Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengenal Utuy Tatang Sontani, Generasi Sastrawan yang Tak Bisa Pulang Setelah G30S

image-gnews
Utuy Tatang Sontani. wikipedia.org
Utuy Tatang Sontani. wikipedia.org
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pecahnya peristiwa G30S dan semakin menguatnya sentimen anti-komunis di Indonesia berakibat pada banyaknya orang Indonesia yang tidak bisa kembali ke Indonesia. Pada umumnya, mereka yang tidak bisa kembali adalah orang Indonesia yang sedang berada di Eropa Timur dan Tiongkok.

Kebanyakan dari mereka yang tidak bisa pulang kembali ke Indonesia adalah para intelektual, akademisi, dan budayawan yang sedang belajar dan menempuh ilmu di Eropa Timur serta Tiongkok. Salah satu dari banyaknya orang Indonesia yang terdampar di luar negeri dan tidak bisa kembali karena alasan ideologis adalah Utuy Tatang Sontani.

Profil Utuy Tatang Sontani

Utuy Tatang Sontani merupakan sastrawan, cerpenis, novelis, dan penulis satra drama. Mengutip laman Ensiklopedia Kemendikbud, disebutkan bahwa Utuy Tatang Sontani lahir pada 31 Mei 1920 di Cianjur, Jawa Barat. Kata ‘Sontani’ dalam namanya merupakan nama yang Utuy tambahkan karena ia sangat kagum dengan tokoh utama dalam buku Pelarian dari Digul yang bernama Sontani. Oleh karena itu, ia menambahkan ‘Sontani’ dalam namanya dan menggunakannya dalam aktivitas sehari-hari.

Dalam laporan Majalah Tempo¸ disebutkan bahwa Utuy termasuk anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) sejak 1959. Namun, sebelum menjadi anggota Lekra, Utuy pernah diutus oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu delegasi Indonesia dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Tashkent, Uzbekistan. Semenjak menjadi anggota Lekra dan hubungan antara Jakarta dan Moskow yang semakin mesra, banyak karya sastra milik pengarang Indonesia yang diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Rusia. Dari banyak karya tersebut, salah satunya adalah karya milik Utuy yang berjudul Tambera.

Kemudian, pada 1965, Utuy diundang oleh pemerintah Tiongkok untuk menghadiri perayaan 1 Oktober di Peking (sekarang Beijing). Keberangkatan Utuy ke Peking didukung oleh DN Aidit yang juga memfasilitasi Utuy untuk berobat di Peking karena sudah lama Utuy menderita penyakit lever. Malang, ketika Utuy sedang berada di Peking, kejadian 30 September 1965 pecah di Jakarta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meletusnya kejadian tersebut, membuat Utuy tidak bisa kembali ke Tanah Air. Apalagi, Utuy diidentifikasi terafiliasi dengan Lekra. Semenjak itu, Utuy dan beberapa kawan-kawannya terlunta-lunta di banyak negara dan akhirnya Utuy memutuskan untuk meninggalkan Peking pada 1966. Utuy memutuskan menyeberang ke Moskow. Di sana, Utuy memutuskan untuk tinggal dan ia mengajar bahasa Indonesia di Institut Bahasa-Bahasa Timur Moskow.

Pada 17 September 1979, Utuy Tatang Sontani mengembuskan napas terakhirnya karena sakit yang dideritanya. Majalah Tempo melaporkan bahwa Utuy dimakamkan di Taman Pemakaman Mitino, Moskow. Utuy merupakan salah satu dari banyaknya sastrawan, akademisi, dan intelektual yang tidak bisa kembali ke tanah air karena sentimen anti-komunis.

EIBEN HEIZIER

Baca: Kisah Utuy Tatang Sontani Sebagai Eksil di Rusia

https://majalah.tempo.co/read/selingan/160380/kisah-utuy-tatang-sontani-sebagai-eksil-di-rusia

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

13 hari lalu

Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)
Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

Presiden Sukarno pernah melarang Manifesto Kebudayaan pada 60 tahun lalu. Apa itu Manikebu dan Lekra yang mengemuka saat itu?


Ma'ruf Amin Sebut Menteri di Kabinet Prabowo Bisa Lebih Banyak Kalau Ada Keperluan

14 hari lalu

Wapres Ma'ruf Amin. ANTARA/Biro Pers Sekretariat Wakil Presiden
Ma'ruf Amin Sebut Menteri di Kabinet Prabowo Bisa Lebih Banyak Kalau Ada Keperluan

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menanggapi soal rencana Presiden terpilih Prabowo membentuk kabinet gemuk.


Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

16 hari lalu

Ilustrasi spyware. Shutterstock
Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

Bos Polus Tech mengakui kesulitan untuk mengawasi penggunaan alat sadap oleh pembeli.


Mengenang Umar Kayam, Sastrawan dan Akademisi yang Lebih Dikenal sebagai Bintang Film

21 hari lalu

Umar Kayam. TEMPO/Rully Kesuma
Mengenang Umar Kayam, Sastrawan dan Akademisi yang Lebih Dikenal sebagai Bintang Film

Mengenang Umar Kayam, pemeran Sukarno dalam film Pengkhianatan G30S/PKI. Kakek Nino RAN ini seorang sastrawan dan Guru Besar Fakultas Sastra UGM.


18 Tahun Kepergian Pramoedya Ananta Toer, Kisah dari Penjara ke Penjara

21 hari lalu

Pramoedya Ananta Toer. Wikipedia/Lontar Foundation
18 Tahun Kepergian Pramoedya Ananta Toer, Kisah dari Penjara ke Penjara

Sosok Pramoedya Ananta Toer telah berpulang 18 tahun lalu. Ini kisahnya dari penjara ke penjara.


Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

23 hari lalu

Sastrawan Joko Pinurbo. Dok.TEMPO/Suryo Wibowo
Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

Penyair Joko Pinurboatau Jokpin identik dengan sajak yang berbalut humor dan satir, kumpulan sajak yang identik dengan dirinya berjudul Celana.


Joko Pinurbo di Mata Rekan Penulis: Ramah dan Cerdas

23 hari lalu

Sastrawan Joko Pinurbo saat menghadiri acara Kompasianival di Lippo Mall, Jakarta Timur, Sabtu, 21 Oktober 2017. Tempo/M JULNIS FIRMANSYAH
Joko Pinurbo di Mata Rekan Penulis: Ramah dan Cerdas

Sejumlah teman sejawat membagikan kesan mereka terhadap sosok Joko Pinurbo yang dikenal cerdas, suka membantu, dan ramah.


Mengenang Kepergian Joko Pinurbo, Berikut 5 Puisi Karyanya yang Perlu Disimak

23 hari lalu

Sastrawan Joko Pinurbo. Dok.TEMPO/Suryo Wibowo
Mengenang Kepergian Joko Pinurbo, Berikut 5 Puisi Karyanya yang Perlu Disimak

Selain meninggalkan istri dan dua anak, Joko Pinurbo meninggalkan warisan karya-karya puisi. berikut beberapa di antaranya.


Joko Pinurbo Sematkan 3 Puisi di Instagram, Ingatkan Tentang Kepergian?

24 hari lalu

Penyair Joko Pinurbo membaca puisi di makam Udin di Trirenggo, Bantul. Joko Pinurbo membaca puisi dalam acara ziarah ke makam Udin, bagian dari peringatan 19 tahun meninggalnya Udin yang digagas Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta. TEMPO/ Shinta Maharani
Joko Pinurbo Sematkan 3 Puisi di Instagram, Ingatkan Tentang Kepergian?

Joko Pinurbo juga meninggalkan karya-karyanya yang sangat lekat dengan pembaca


Joko Pinurbo Wafat, Novelis Okky Madasari : Karyanya Diam-diam Soal Perlawanan

24 hari lalu

Sastrawan Joko Pinurbo. Dok.TEMPO/Suryo Wibowo
Joko Pinurbo Wafat, Novelis Okky Madasari : Karyanya Diam-diam Soal Perlawanan

Penulis Okky Madasari mengungkapkan duka atas kepergian sastrawan Joko Pinurbo