INFO SELEB – Teza Sumendra baru saja menggoyang pemirsa Mola Chill Fridays melalui tembang “Wkndcruisin”. Setelah sedikit mengatur napas, ia mengambil gawai dan membaca pertanyaan menarik dari Vita Yana. “Dari lagu-lagu kamu, apakah terselip pengalaman pribadi?” tulis Vita di akun media sosial Mola TV, Jumat malam, 13 Agustus 2021.
“Ada yang pengalaman pribadi, ada yang cerita orang. Kalau di lagu ‘Girlfriend’ itu ceritanya temen gue, eh gue bocorin ha...ha..ha.... Tapi pas didengerin lagunya ternyata nggak apa-apa, ya udah,” ujar Teza.
Baca juga:
Penyanyi jebolan Indonesian Idol 2006 itu memang populer dengan lagu-lagu bertema cinta, seperti umumnya mazhab di industri musik. Namun, kata cinta bagi Teza tidak lagi sekadar pernyataan sayang, atau menjadi bucin (budak cinta) layaknya percintaan para remaja.
Sejak ditemukan Indra Lesmana pada 2009 lalu meluncurkan single “Kembali Satu”, disusul single “Electric Love” pada 2013, hingga akhirnya berhasil menampilkan debut album di 2015. Syair-syair yang ditulis solois kelahiran 1988 itu mengguratkan perspektif cinta yang dewasa. Atau lebih tepatnya, untuk orang dewasa.
Dari setlist Teza di Mola Chill Fridays malam itu, “If I Could Love Again”, “Real Love”, “Satu Rasa”, “Wkndcruisin”, “Rekreasi”, dan “Girlfriend”, menampilkan syair yang eksplisit. Misalnya pada penggalan lirik “Real Love” berikut, “I woke up this morning. Feel your body next to me. Couldn’t be more happier than ever.”
Baca juga:
Demikian pula pada “Girlfriend” yang mempertontonkan dengan jelas kalimat “Your’re somebody’s girlfriend. F*ck your boyfriend. Isn’t it yeah that you want it too.” Tak heran, pada album perdananya tertera Parental Advisory, harus ada bimbingan orang tua dan bukan untuk konsumsi anak-anak.
Bukan berarti Teza personifikasi artis rap/hip-hop yang lazim dengan lirik vulgar. Dia tetaplah penulis yang pintar membubuhi kata-kata romantis, dan bisa bikin baper (terbawa perasaan) kaum perempuan. Misalnya pada lirik “If I Could Love Again” yang menampilkan syair berikut: “You gimme like a little summer. I could loved like a little child again... You give the light of the sun in my heart.” Lagu itu dia bawakan dengan penuh perasaan, mendayu layaknya penyanyi Soul/RnB yang memang menjadi aliran Teza.
Dia juga termasuk musisi yang jujur. Mengaku pernah jenuh bermusik saat menjawab pertanyaan dari Ferry Dermawanto. “Kalau ditanya jenuh bermusik, ya (pernah) jenuh, kayak dua tahun lalu. Bikin lagu males, sampai akhirnya ketemu kalian (teman-teman band di panggung Mola malam itu) dan re-arrange lagu-lagu lama, dibikin lebih fresh kayak sekarang, dibikin aransemen baru, itu yang bikin gue feels alive sometimes,” ujar solois yang banyak terinspirasi D’Angelo ini.
Setelah Teza yang menghadirkan cinta dengan irama yang membuat tubuh bergoyang, saatnya giliran Cigarettes After Sex (CAS), grup asal El Paso, Texas. Menarik, sembilan lagu yang dihadirkan CAS sangat lembut, tidak lebih dari tempo 80 BPM. Seolah, inilah saatnya bagi penikmat Mola Chill Fridays mendekap pasangannya untuk merasakan cinta sambil berdansa pelan.
Cigarettes after sex
Malam itu CAS menampilkan setlist yakni “Cry”, “Sweet”, “You’re All I Want”, “K”, “Keep On Loving You”, “Nothing’s Gonna Hurt You Baby”, “Heavenly”, “Apocalypse”, dan “Dreaming Of You”.Greg Gonzales sebagai frontman melantunkan semua lagu nyaris tanpa jeda. Dia hanya berkomentar sedikit setelah tembang “Sweet” untuk menyapa penonton di Indonesia. “Halo pemirsa, kami Cigarettes After Sex. Kami ingin menyapa penggemar kami di Indonesia. Kami cinta kalian, semoga kami bisa tampil live tak lama lagi ,” ujar Greg, kemudian membawakan tujuh lagu tersisa terus-menerus.
CAS menjadi penampil yang sangat dinanti oleh penyaksi Mola Chill Fridays. Beberapa hari sebelumnya, postingan tentang CAS menuai banyak komentar. Warganet tidak sabar ingin melihatnya.
CAS yang kini dihuni oleh Greg Gonzales (vokal), Randall Miller (bass), Jacob Tomsky (drums), dan Josh Marcus (keyboard), selalu dirindukan oleh penggemarnya di Indonesia. Mereka pernah datang dua kali ke Jakarta yakni pada 2017 saat konser tunggal dan muncul lagi di ajang We The Fest 2019.
Resep band ambient pop ini, kata Greg, saat sesi menjawab pertanyaan seusai pentas, berangkat dari caranya menuangkan pengalaman yang dialaminya ke dalam syair. “Caraku menulis lagu adalah seperti membuat jurnal kenangan. Beberapa lagu yang seluruhnya berdasar kenyataan, atau seperti realitas yang dibuat intens,” ujarnya.
Greg juga menuangkan kenangan penuh ide romansa itu pada sejumlah lagu CAS. Misalnya “Opera House” merupakan kisah Greg di masa lalu. “Kemudian kubuat kisah cinta itu seolah terjadi di realitasku. Membuat kisah surealis dengan emosi yang sungguhan," ucapnya.
Kenangan yang membekas itu pula yang menjadi alasan nama band. Greg memilih nama Cigarettes After Sex setelah menikmati rokok bersama teman kencannya seusai menghabiskan malam panjang di 2008.
Memori romansa dan kedewasaan cinta juga berpengaruh pada pemilihan musik yang dibawakan CAS. Tampil dalam balutan layar hitam putih, pemirsa seolah diajak kepada romantisme ala Prancis.
Greg mengakui, karya-karya seniman Prancis sangat berpengaruh pada musik CAS. “Ada sesuatu dari musik dan film Prancis yang memengaruhi jiwaku secara mendalam. Saat kudengar lagu Francois Hardy, aku merasa aku ingin musik CAS seperti ini. Bagiku keindahan vokal Francois tak ada bandingannya, sampai sekarang pun masih. Tapi aku juga suka banyak artis Prancis lainnya,” kata Greg yang menyebut seniman Serge Gainsbourg, Eric Saatchi, maupun film-film karya Trufaaut dan Godard.
CAS dan Teza memiliki perspektif cinta dengan cara masing-masing. Cara pandang mereka berhasil disajikan Molla Chill Fridays. “Kami menampilkan dua musisi yang terkenal mampu mengemas sebuah tema universal yaitu cinta, dengan gaya yang sangat berbeda dan intimate bagi penggemarnya,” kata perwakilan Mola TV Mirwan Suwarso. (*)