TEMPO.CO, Jakarta - Film dokumenter GELORA: Magnumentary of Saparua menghadirkan kisah perjalanan gedung bersejarah bagi para musisi bernama Saparua di Bandung. Film ini melibatkan banyak musisi yang menjadi saksi pergerakan musik Bandung, seperti salah satunya Sam Bimbo sebagai narasumber.
Alvin Yunata sebagai sutradara mengungkapkan reaksi dari Sam Bimbo dan musisi lainnya setelah terlibat dalam film dokumenter GELORA: Magnumentary of Saparua. Dalam prosesnya, para musisi menjadi teringat kembali dengan masa mudanya yang dihabiskan di Saparua untuk bermusik.
“Bernostalgia aja om Sam ‘oh iya ya di gedung ini saya pernah ini, pernah begitu.' Kebanyakan musisi yang kami ajak sebagai narasumber memang mereka menceritakan bagaimana mereka saat itu beraktivitas di sana, mereka menggunakan gedung itu sejauh mana," kata Alvin kepada Tempo pada Rabu, 28 April 2021.
Selain Sam Bimbo, ada juga Arian13 (Vokalis Seringai), Dadan Ketu (Manager Burgerkill/Riotic Records), Eben (Gitaris Burgerkill), Suar (Mantan Vokalis Pure Saturday), Wendi Putranto (jurnalis musik, manajer Seringai), Candil (ex vokalis Seurieus), Fadli Aat (Diskoria), Buluks (Superglad, Kausa), Idhar Resmadi (jurnalis musik) dan banyak lagi lainnya.
Behind the scenes pembuatan film dokumenter Gelora: Magnumentary of Saparua. Dok. Rich Music
Dari film ini para narasumber menjadi sadar akan bersejarahnya Saparua sebagai wadah kreatif bagi musisi di Bandung. "Mereka baru sadar kalau Bandung ternyata 'iya juga ya kita abis dari sini kemana ya, kita punya gak ya gedung pertunjukan yang layak dan terjangkau'," kata Alvin.
Proses pembuatan film dokumenter ini mengalami kendala karena arsip mengenai Saparua yang tidak lengkap. Tim produksi mengaku kesulitan saat mencari tahu sejarah gedung ini. Bandung Heritage sebagai Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung dan para sejarawan juga tidak tahu menahu soal berdirinya gedung Saparua.
“Ada pernyataan dari salah satu narasumber ‘Iya yah ini sebenarnya gak ada banget catatan apapun terhadap gedung ini’ bahkan kami sebagai pembuat film dokumenter ini yang menemukan kapan gedung ini dibangun,” kata Alvin.
Setelah mengenang kembali kejayaan Saparua, mereka baru terpikir dan merasa heran dengan Saparua yang hingga kini tidak ditetapkan sebagai cagar budaya. "Setelah kita colek di film ini baru merasa aneh, gedung ini punya banyak cerita tapi gak ada catatannya sama sekali, gedung ini yang harusnya jadi cagar budaya tapi gak diperhatikan padahal semua kriterianya sudah bisa dijadikan cagar budaya," kata Alvin.
Dibantu rekan-rekannya yang tergabung dalam Irama Nusantara, yayasan pengarsipan musik populer Indonesia, Alvin berusaha menelusuri dan menghubungi pihak terkait untuk menggali informasi terkait Saparua. “Kita ngubek Perpusnas, semua surat kabar yang terkait baru tahu tahun sekian gedung ini dibangunnya, nama arsiteknya baru ketahuan pas kita bikin film ini,” katanya.
Film dokumenter GELORA: Magnumentary of Saparua direncanakan tayang pertengahan tahun 2021. Film ini digarap oleh Rich Music yang menjadi penggagas proyek rangkaian program DistorsiKERAS dan menjadi eksekutif produser dari film ini. Film ini hadir untuk mengapresiasi sejarak musik rock dan metal di Indonesia.
MARVELA
Baca juga: Kisahkan 2 Perempuan Mantan Tapol, Film You and I Tayang di Bioskop Online