TEMPO.CO, Nur Sultan, Kazakhstan - Standing ovation langsung bergemuruh begitu opera selesai. Lebih dari tiga ratus penulis dari berbagai kawasan Asia yang menghadiri The First Forum of Asian Countries’ Writers pada Rabu sampai Jumat, 4 - 6 September 2019, malam itu tak henti hentinya bertepuk tangan kepada lebih seratus pemain yang menyampaikan salam penghormatan. Tepuk tangan makin keras saat konduktor Abzal Mukhitdinov serta dua pemain utama Meir Bainesh dan Maira Mukhamedkyzy muncul.
Sebagai salah satu jamuan untuk para penulis Asia yang hadir di Nur-Sutan, ibu kota Kazakhstan, pemerintah Kazakhstan, Kamis 5 September 2019, menyuguhkan opera berjudul Birzhan-Sara di gedung Astana Opera. Gedug ini dibangun tahun 2013 untuk melengkapi ibu kota baru Kazakhstan, Nur-Sutan yang pindah dari Almaty tahun 1997.
Gedung ini tak kalah dengan gedung gedung opera Eropa atau Rusia terbaik manapun. Birzhan-Sara adalah opera gubahan komponis besar Kazakhstan Mukan Tulebayev yang wafat di tahun 1960. Tulebayev, kelahiran Almaty, merintis kariernya sebagai komposer dengan mengikuti berbagai festival musik folk Kazakhstan.
Opera ini terdiri dari empat babak. Masing-masing babak menyajikan set yang memukau. Dari suasana sebuah bazaar di pasar rakyat yang penuh bangunan-bangunan kuno sampai suasana perbukitan dan hutan serta ruang-ruang istana. Perpaduan antara properti panggung dan multi media membuat skenografi terasa fantastis.
Birzhan-Sara berkisah tentang seorang pemusik pengembara Kazakh bernama Birzhan yang ke mana-mana membawa alat musik dombra –sejenis gitar tradional Kazakh. Ia dicintai rakyat karena lagu-lagunya menyentuh. Suatu hari dalam sebuah sebuah bazaar yang meriah dia bertemu dengan penyanyi bernama Sara. Mereka melakukan battle song.
Opera Birzhan Sara, Romeo Juliet Kazakhstan. TEMPO | Seno Joko Suyono
Tidak ada yang saling menang. Mereka kemudian saling mencintai. Gubernur Zhanbota akan tetapi memaksa Sara menikah dengan Zhienkul, sepupu gubernur. Adegan kolosal bagaimana pasukan gubernur berusaha menangkap Birzhan dan rakyat berusaha melindungi Birzhan menggetarkan. Juga bagaimana dengan perasaan sedih Birzhan kembali mengealana ke pegunungan.
Adegan bagaimana Sara lari dari istana dan menemui Birzhan serta keduanya ditangkap militer digarap apik. "Atas nama syariat Islam kalian pantas dihukum," kata seorang mullah. Di akhir cerita, Birzhan dan Sara ditembak oleh Zhienkul. "Ini kisah tragis Romeo Juliet versi Khazakhstan," kata Yelen Inkar, petugas di Astana Opera.
Tapi opera ini terasa tak hanya berbicara tentang cinta. Nyanyian-nyanyian Birzhan yang membela tanah suci Kazhak terasa patriotik. Penonton dibawa ke refleksi mengapa kekuasaan begitu takut dengan lagu-lagu yang dicintai masyarakat. Pertunjukan mudah dicerna karena ada teks subtitle di mulut panggung.
Komposisi Birzhan-Sara sendiri oleh Mukan Tulebayev diciptakan di zaman Sovyet. Librettonya ditulis oleh Kazhym Jumaliyev. Opera ini pertama kali dipentaskan pada tanggal 7 November 1946 di Abai Kazakh State Academic Opera and Ballet Theatre dan mengalami sukses besar. Pada Desember 1948 lalu disajikan di Moscow Creative Festival.
Pada 1949, Mukan Tulebayev mendapat penghargaan 'state prize' oleh pemerintah Sovyet. Di 1958, opera ini dipentaskan ulang di panggung Bolshoi Theater yang merupakan panggung utama balet Uni Sovyet. Setelah pertunjukan di Bolshoi Mukan Tulebayev dan Rosa Jamanova, artis yang memerankan Sara dianugrahi penghargaan tertinggi pemerintah Sovyet : People’s Artist of the USSR.
Pada tahun 1976, Abai Kazakh State Academic Opera and Ballet Theatre membuat produksi baru opera ini. Pada tahun 2013, saat Astana Opera selesai dibangun opera ini dipertunjukan kembali untuk mengenang 100 tahun kelahiran Mukan Tulebayev. Adegan mengalami revisi tambahan. Unsur artistik vrtual media menjadi kuat.
"Luar biasa teknologi visual opera ini. Tahun 70 an saya kuliah di London. Dan sering menonton pentas yang memainkan naskah-naskah Shakespeare. Terasa lebih maju Birzhan-Sara," kata Mohammad Haji Saleh, sastrawan gaek Malaysia. "Gila. Pergantian setnya cepat amat. Dan lihat pepohonan itu set atau virtual?" ucap Habiburrahman El Shirazy, sastrawan Indonesia pun berbisik-bisik saat menonton.
Opera ini membuat para sastrawan Asia menjadi mafhum bahwa Kazakhstan tak memutus tradisi balet yang mereka warisi dari Rusia. "Di Nur-Sutan juga ada akademi balet dan gedung balet sendiri," kata Duta Besar Indonesia Rahmat Pramono. Suguhan opera malam itu menambah keakraban para penulis Asia. "Saya sangat terkesan sekali," kata Kanokwan Kerdplanant, seorang jurnalis dari Bangkok.