TEMPO.CO, Jakarta -Setelah memasukkan penata busana menjadi salah satu kategori penilaian Festival Film Indonesia pada 2015, kini giliran tata rias yang mendapat tempat di ajang tersebut. Riri Riza selaku Ketua Penjurian FFI 2017 menuturkan alasan mendasar mengapa kategori ini perlu ada.
“Tata rias itu profesi yang sudah ada sejak lama di film, sejak era Pak Teguh Karya, 1970-an. Sebelumnya hanya dinilai dari tata artistik,” ungkap Riri saat berkunjung ke kantor Tempo beberapa waktu lalu.
Menurut Riri saat ini kerja para penata rias pun makin terlihat dan profesional. “Sekarang sudah sangat terlihat. Sudah menjadi profesi yang hidup. Saya bekerja dengan penata rias yang sama di empat film terakhir,” ujar Riri.
Profesi tersebut punya peran penting untuk sebuha film. Profesionalitas mereka—para penata rias—di bidang perfilman menurutnya layak mendapat apresiasi. Riri bercerita kala dirinya menggarap film GIE di tahun 2005, ada seorang penata rias yang tergabung dalam timnya dan sudah bekerja di film Sjumandjaja, era 1980-an. “Dia full bekerja sebagai penata rias. Kalau tidak di film, ke sinetron. Jadi, tidak ada salahnya diberikan penghargaan,” ujar Riri.