TEMPO.CO, Bandung - Seniman dan pembuat instrumen musik dari limbah sampah, Dodong Kodir, 64 tahun, meninggal pada Kamis, 7 Januari 2016, sekitar pukul 00.15 WIB di Bandung. Ia dimakamkan di daerah Dago diiringi kerabat dan seniman Bandung.
Menurut seniman Iman Soleh, Dodong sekitar setahun lalu terkena stroke. Sempat keluar-masuk rumah sakit dan menjalani perawatan di rumahnya. Meski sakit, Dodong masih aktif berbincang soal instrumen berbahan limbah sampah. “Beliau seniman langka, membuat instrumen musik yang tidak konvensional,” ujar Iman Soleh, Kamis, 7 Januari 2016.
Iman menyimpan pengalaman berkesan ketika Dodong dan kelompok musiknya, Lungsuran Daur, tampil di sanggar seninya, Celah-celah Langit, untuk memainkan musik dari beragam instrumen berbahan limbah sampah. “Yang paling saya suka ucapannya, ‘masa depan adalah milik orang-orang kreatif’,” kata Iman. Dia pun kagum atas kerendahan hati Dodong yang telah melanglang ke berbagai negara untuk memainkan peralatan musik kreasinya itu.
Dodong telah tampil di berbagai negara, seperti Vietnam, Jepang, Denmark, Perancis, dan Yunani, untuk pentas sekaligus memamerkan instrumen musiknya. Buah labu kering yang dipasangi kawat pegas, misalnya, jika diputar bisa menghasilkan suara angin ribut. Ketika dihentakkan di udara, suaranya berubah menjadi ledakan besar. ”Ini tornadong, tornado buatan Dodong,” katanya kepada Tempo ,16 Juni 2009. Saat itu ia mengenalkan alat-alat buatannya di sela konferensi internasional tentang energi dan lingkungan di Aula Barat Institut Teknologi Bandung.
Seniman kelahiran 8 November 1951 itu telah menghasilkan sedikitnya 100 alat musik dan efek suara. Mantan pemain gamelan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung sejak 1990 itu bisa menjadikan potongan pipa paralon seperti flute. Ada juga alat musik kecapi yang badannya berasal dari tabung mesin cuci dan buah waluh kukuk kering, yang mirip kentongan melengkung, menjadi seperti bass dengan tiga senar.
Pria yang tinggal Jalan Cisitu Lama, Kota Bandung, itu mengelompokkan karyanya sebagai alat petik, gesek, tiup, dan tepuk. Selain sebagai alat musik, fungsinya untuk menghasilkan efek suara, seperti angin, petir, dan air. Dia menciptakan berbagai alat musik dan efek suara ini berawal dari kejenuhan memainkan gamelan.
Pada 1996, dia mulai menciptakan alat musik dan bunyi-bunyian baru. Belajar secara autodidak, dia memanfaatkan barang-barang bekas untuk membuat alat musik. Selain murah, dapat mengurangi sampah.”Artistiknya pun tinggal meneruskan saja,” ujarnya.
Pengerjaan alat dilakukan setelah bahan-bahan terkumpul. Awalnya, istri dan anak-anak keberatan karena rumah mereka seperti tempat sampah. Pencarian bahan dilakukannya ketika punya duit. Salah satu lokasi buruannya adalah pasar loak onderdil di Jalan Astana Anyar, Bandung.
Dodong pernah bercita-cita untuk terus memperkenalkan alat ciptaannya dan berkampanye mengurangi limbah sampah serta membuat museum. Beberapa alat musiknya mengisi museum di Madrid, Spanyol, dan Yunani.
ANWAR SISWADI