TEMPO.CO, Bandung - Masyarakat di sejumlah negara maju di kawasan Asia Pasifik lebih tinggi tekanan hidupnya dibanding negara berkembang. Warga Jakarta termasuk punya sikap positif yang tinggi terhadap tingkat kesejahteraan secara keseluruhan.
Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan hasil survei yang digelar Mastercard. Survei tentang "Indeks Kesejahteraan Kota-kota di Asia Pasifik" itu menyebutkan masyarakat yang tinggal di kota-kota negara berkembang dengan nilai indeks 65,8 punya sikap positif yang lebih tinggi dibanding penduduk kota negara maju berkaitan dengan kesejahteraan hidup.
Dalam rilis yang diterima Tempo, Senin, 23 November 2015, survei indeks tersebut melibatkan hampir 9.000 orang di 33 kota di 17 negara di Asia Pasifik. Survei tersebut mengukur tingkat kesejahteraan secara keseluruhan dengan menilai sikap masyarakat terhadap empat komponen, yakni pekerjaan dan keuangan, keamanan dari ancaman, kepuasan, serta kesejahteraan pribadi.
Setiap responden survei diberikan 17 pertanyaan seputar empat komponen tersebut. Hasil tanggapan mereka kemudian dikonversi menjadi empat kategori subindeks, yang kemudian telah dirata-rata menjadi bentuk skor indeks kesejahteraan kota-kota di Asia Pasifik. Skor Indeks dihitung dari angka nol sebagai yang paling negatif, angka 100 sebagai yang paling positif, dan 50 untuk penilaian netral.
Kota Bangalor, India, merupakan kota dengan sikap paling positif dengan nilai indeks 73,2. Selanjutnya, Jakarta (72,1) dan New Delhi (71,7). Sedangkan kota dengan sikap yang paling tidak positif adalah Dhaka, Bangladesh (48,7); kemudian Tokyo (52,1); dan Busan, Korea Selatan (52,5).
Masyarakat di kota-kota negara maju juga merasakan lebih banyak tekanan dan kurang optimis saat berbicara tentang kesehatan secara umum dibandingkan dengan mereka yang berada di kota-kota negara berkembang. Selain itu, masyarakat di negara maju juga merasa lebih tertekan terhadap masalah pekerjaan dan keuangan. Angka indeks tersebut 59,4 di kota-kota negara maju dan 71 di negara berkembang.
Warga kota negara maju pun merasa kurang optimistis terhadap prospek pendapatan rutin mereka di masa depan. Meski demikian, mereka memiliki kontrol yang lebih baik dalam menjaga jumlah tagihan dan menabung untuk pengeluaran yang besar (62,1 vs 52,2). Warga kota yang paling pesimistis terhadap prospek pekerjaan mereka ialah Adelaide (21,7), Perth(22), Brisbane (24,5), Melbourne (28), dan Sydney (36,3) untuk wilayah Australia. Kota lainnya ialah Busan, Korea Selatan (37) dan Taiwan (38,7).
Sedangkan, masalah yang menjadi perhatian bersama di kota-kota negara maju maupun negara berkembang ialah isu keamanan dari ancaman. Angka indeksnya 57,7 pada kota-kota di negara berkembang dan 56,5 di negara maju. Kejahatan keuangan bernilai indeks 54,7 di kota-kota negara berkembang dan 56,6 di negara maju. Sedangkan, terkait dengan kejahatan dunia maya, indeks di kota-kota negara berkembang55,8 dan di negara maju50,9.
Georgette Tan, Group Head Communications Asia Pasifik dari MasterCard, mengatakan asumsi yang sering muncul di masyarakat ialah perkembangan ekonomi mengarah pada berkurangnya tekanan keuangan, keluarga, dan pekerjaan. Namun berdasarkan hasil survei tersebut, masyarakat di negara maju lebih merasa sangat berada di bawah tekanan, baik di tempat kerja maupun d irumah. “Seiring dengan lambatnya pertumbuhan ekonomi di negara maju, besar kemungkinan hal tersebut berdampak pada tingkat optimistime terhadap prospek pekerjaan,” katanya.
ANWAR SISWADI
Baca juga:
Di Balik Heboh Setya Novanto: 3 Hal Penting yang Perlu Anda Tahu
Segera Dipanggil Mahkamah, Ini Sederet Jerat Setya Novanto