TEMPO.CO, Jakarta - Tak hanya soal pergantian mendadak dari Muklis Paeni ke Anwar Fuady sebagai Ketua Lembaga Sensor Film. Yang juga menjadi bahan perbincangan yang ramai di industri film Indonesia adalah selama ini peran lembaga yang menjadi urat nadi di bidang nya itu justru banyak disalahgunakan. Ada selentingan yang menyebutkan LSF selama ini memiliki peran melakukan pungutan liar.
Mengomentari hal ini, aktris senior Widyawati menjelaskan, "Saya tidak tahu dan tidak berani mengatakan apa selentingan itu benar. Sebab, selama ini saya belum melihat buktinya dengan mata kepala sendiri tentang anggapan ini," pada Rabu, 11 Maret 2015, di Jakarta.
Wanita kelahiran 12 Juli 1950 ini menegaskan, apabila secara nyata mengetahui persis ada bukti soal ini, dia akan bersikap.
"Sekarang saya tidak tahu, belum bisa membuktikan pernyataan ini. Yang saya harapkan ke depan, LSF akan memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih mumpuni bagi dunia perfilman Indonesia. LSF harus benar-benar jadi pengawas terdepan untuk bisa memberikan jalan pada film-film yang ditanganinya dan tidak kebablasan meluluskan atau gampang begitu saja film-film yang sadis, penuh adegan seks, bisa tayang."
Istri mendiang Sophan Sophiaan ini juga meminta tak hanya film layar lebar yang diawasi, tapi juga sinetron. "Film dan sinetron itu akan menjadi inspirasi yang ditonton masyarakat. Kalau kebablasan dan bisa tayang begitu saja tanpa melalui LSF, itu yang membahayakan," ucapnya.
Untuk film-film yang berisikan adegan kekerasan atau kesadisan sering ada dalih bahwa film yang model begini laku di luar negeri.
"Tetapi ingat, ini kan Indonesia, bukan luar negeri. Saya ngeri lihat adegan film The Killers yang bisa lolos. Dari pertama nonton sampai pertengahan, film itu isinya kekerasan dan kesadisan yang bikin saya mau muntah," katanya.
HADRIANI P.