Bukan tubuh-tubuh bugil yang kemaluannya ditutupi selembar daun yang mencuri perhatian saya, melainkan manuskrip berupa tulisan-tulisan tangan yang bertebaran di atas kanvas. Tak hanya huruf abjad, manuskrip juga ditulis dengan huruf-huruf lontarakhuruf khas suku Bugis-Makassar. “Ini hanya satu dari lima seri lukisan ini,” kata Kamil.
Budi Haryawan, melalui lukisannya, mengajak kita ke kampung halamannya di Desa Ballabulo, Kabupaten Selayar. Untuk sampai ke sana, kita harus menyeberang dengan feri dari Pelabuhan Bira, Kabupaten Bulukumba.
Budi, dipercaya sebagai ketua panitia pameran Cross Border Makassar-Balikpapan 2014, mengatakan ada sekitar 30 lukisan yang dipamerkan sejak 1 hingga 6 Desember ini. Setiap pelukis hanya bisa diwakili satu karya. Pameran yang bertajuk “Humanitas Revitalisasi Lintas Batas” tersebut, kata Budi, lebih menekankan perbedaan. Setiap pelukis dibebaskan untuk memilih karyanya untuk dipamerkan.
Peserta pameran tak hanya perupa-perupa Makassar, tapi juga sejumlah perupa dari Balikpapan, Kalimantan. Di antaranya Abi Ramadan Noor dengan karyanya yang berjudul "Jejak Masa Lalu", Achmad Gani dengan "Signal Merah", Adji Pranyoto dengan "Anggrek Hitam", Arrif Ismail dengan "Dynasty", Heriadi dengan "Databilang", Ifrian Chacha dengan "Diujung Batas", dan Marty dengan "Pesona #9".
“Secara teknis, perupa-perupa Kalimantan lebih kuat, tapi visinya tak jelas,” ujar Firman Djamil. Sebaliknya, koordinator tim perupa Kalimantan, Jully Purnama, menilai perupa Makassar sering membuat gebrakan-gebrakan melalui karyanya. “Tema dan visualisasi perupa Makassar berkembang bagus,” kata Jully.
IRMAWATI
Berita lain:
Isi Seminar, Faisal Basri dan Petral Bersahutan Soal Mafia Migas
Kepada Jokowi, Kapolri Curhat Soal Penyebab Pungli
Hitung Duit Fuad Amin, KPK Butuh Waktu Tujuh Hari