"Saat ini, jumlah bangunan kuno di Surakarta tengah didata ulang," kata Wali Kota Surakarta, Joko Widodo, pada Senin, 2 Mei 2011. Saat ini, data yang mereka miliki merupakan hasil pendataan yang dilakukan belasan tahun silam.
Selain sebagai identifikasi, hasil pendataan itu dibutuhkan sebagai dasar penetapan bahwa sebuah bangunan merupakan benda cagar budaya. "Bangunan yang sudah ditetapkan akan diberi plakat dari kuningan atau tembaga," kata Joko.
Mereka juga akan memberikan insentif bagi pemilik bangunan benda cagar budaya dalam bentuk keringanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Keringanan itu bisa berbentuk diskon maupun penghapusan.
"Mulai 2012, pemerintah daerah telah memiliki kewenangan dalam menentukan besaran Pajak Bumi dan Bangunan," kata Joko. Dia berharap, keringanan pajak itu bisa dimanfaatkan oleh pemilik untuk memberikan perawatan kepada aset yang dimiliki.
Selain itu, pemerintah Surakarta juga akan meminta kepada masyarakat yang akan membuat bangunan baru agar membuat desain bangunan dengan tambahan unsur etnik. "Imbauan ini akan disosialisasikan saat pengurusan Izin Mendirikan Bangunan," kata Joko.
Ketua Paguyuban Kampung Batik Laweyan, Alfa Fabela, menilai insentif saja tidak cukup. "Justru sosialisasi mengenai konsep revitalisasi itu lebih penting," kata dia. Selama ini, di daerahnya banyak masyarakat yang bermaksud merawat bangunan kunonya, tapi justru tidak sesuai dengan konsep revitalisasi.
Dia memberi contoh beberapa pemilik rumah kuno di Laweyan yang berusaha memperbaiki rumah tuanya. "Lantai yang terbuat dari batu bata atau teraso justru diganti dengan keramik," kata Alfa. Hal itu disebabkan ketidaktahuan masyarakat mengenai konsep revitaliasi.
Meski demikian, Alfa setuju dengan pemberian insentif bagi pemilik benda cagar budaya. Di Laweyan saat ini masih terdapat puluhan rumah kuno yang cukup terawat. "Perawatan rumah kuno membutuhkan banyak biaya agar tetap nyaman ditinggali," kata Alfa.
AHMAD RAFIQ