Tempo Interaktif-Ternate, Delapan pria berpakaian putih bertopeng setan bersenjata rotan terlihat berkumpul di halaman Masjid Agung Kota Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Mereka berkumpul untuk melakukan sebuah ritual yang biasa masyarakat setempat menyebutnya ritual coka iba.
Tradisi Coka iba atau topeng setan adalah merupakan tradisi kuno masyarakat Halmahera Tengah yang dilakukan setiap tanggal 12 Robiul Awal, tepatnya saat umat Islam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi tersebut dilakukan masyarakat Halmahera Tengah sebagai bentuk kegembiraan.
Dalam proses ritual coka iba, sehari sebelumnya sejumlah imam mesjid dan bobato alkhairat (jabatan imam dalam strata kesultanan tidore) terlebih dahulu melakukan pembacaan puji-pujian usia sholat magrid dan isya. Sambil membacakan puji-pujian, sejumlah warga yang banyak didominasi pemuda pun terlihat menyiapkan sejumlah perlengkapan coka iba seperti topeng setan dan rotan.
Biasanya bentuk topeng ini dirahasiakan masing masing warga, sehingga mereka tidak mudah dikenali. Dulunya topeng yang dipakai selalu menampilkan wajah seram dan menakutkan, namun seiring perkembangan zaman, bentuk topeng pun dirubah sesuai dengan kreasi masing-masing pembuatnya.
Ketua Pemuda desa weda Samsudin menuturkan, perubahan wajah topeng dalam ritual coka iba dikarenakan zaman saat ini tidak cocok menampilkan wujud yang menakutkan. Karenanya tak jarang pemilik topeng kerap mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah untuk dekorasi sebuah topeng yang akan dipakainya.
“Tetapi sesuai aturan adat, topeng asli berwajah menakutkan yang merupakan pimpinan dari seluruh Coka Iba. Pemimpin Coka Iba ini biasa disebut Coka Iba Yani dan Coka Iba Gof,”kata samsudin kepada Tempo Senin (14/2) di halaman mesjid Agung Weda. Menurut Samsudin, prosesi ritual coka iba sebenarnya dilakukan semalam suntuk, akan tetapi pelaksanaan coka iba tersebut dilakukan selama tiga hari.
Dalam pelaksanaannya, warga yang mengunakan topeng setan ini pun mencari warga yang masih berkeliaran dijalanan. Jika ada warga yang dijumpai dijalan tanpa kostum Coka Iba, maka para Coka Iba akan mengejar orang itu dan memukul tanpa ampun, hingga orang tersebut masuk kembali kedalam rumah. Para Coka Iba yang kebanyakan warga bertopeng bertugas hingga Maghrib selama tiga hari dijalanan, sampai datangnya waktu patang. “Biasanya dalam proses ritual hanya 8 pemuda yang ikut, tetapi dalam pelaksanaannya, khususnya usai sholat Subuh, akan ada ratusan warga yang mengunakan topeng setan yang berkumpul. Sangaji atau pejabat adat melepas Coka Iba Yani dengan pukulan tifa sebanyak tiga kali,”tutur Samsudin.
Imam mesjid agung Weda Haji Latif menuturkan, adat coka iba intinya adalah mengingatkan setiap orang untuk tetap berada didalam rumah mensyukuri lahirnya sang pembawa rahmat ke muka bumi. “makanya dalam prosesnya kita lebih banyak membaca shalawat nabi,” kata Latif kepada Tempo.
Penutupan acara coka iba, jelas latif juga dilakukan dengan sebuah ritual. Namun ritual tersebut dilakukan setelah pelaksanaan coka iba selama tiga hari selesai tepatnya saat tiba waktu matahri terbenam. “Sesudah itu, para imam mesjid dan bobato akhirat berkumpul melakukan ritual pantaeng yang merupakan tanda kalau pelaksanaan coka iba selesai,”pitahnya.
Bupati Halmahera Tengah Al Yasin Ali mengatakan, ritual coka iba merupakan objek wisata budaya yang dikembangkan pemerintah kabupaten. Oleh sebab itu, pihaknya telah menetapkan tradisi tersebut sebagai ikon wisata budaya kabupaten Halmahera Tengah. “Setiap promosi wisata kami selalu menampilkan ritual ini. apalagi ritual seperti ini hanya ada di kabupaten Halmahera Tengah yang berusia ratusan tahun lamanya,”kata Yasin .