TEMPO Interaktif, Jakarta -Mereka masih saja bertahan meski sang idola sudah berpamitan meninggalkan panggung. "Ayo Mas, metu maneh. Tak enteni, nyanyi maneh (Ayo Mas, keluar lagi. Kami tunggu, menyanyilah lagi)," celetukan para penonton meminta sang idola berada di panggung lagi.
Betapa setia mereka menunggu. Tak beranjak sedikit pun. Kursi penonton Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat malam lalu penuh oleh penggemar musisi eksentrik, Leo Kristi. Semua kursi, baik di pelataran bawah maupun balkon, terisi penuh.
Ya, Leo Kristi dan penggemarnya, LKers, menggelar sebuah perhelatan. Malam itu album baru Leo Kristi bertajuk Warm, Fresh & Healthy diluncurkan. Semuanya berjumlah 11 tembang. "Tak semuanya baru. Ada beberapa lagu yang pernah berulang kali dinyanyikan tetapi belum direkam," ujar Sena Reksalegoro, salah satu anggota Lkers yang menggagas peluncuran album anyar itu.
Malam itu Leo--panggilan akrab penyanyi balada bernama lengkap Leo Imam Soekarno ini--muncul mengenakan celana legging hijau cerah dengan jaket kulit hitam dan sepatu kets putih. Penampilannya tampak lucu dengan helm putih yang dikenakannya dan menenteng tas raket.
Para penonton tercengang oleh penampilannya itu. Dalam beberapa konsernya, penampilan Leo memang selalu mengejutkan. Ketika konser di Yogyakarta pada Mei lalu, misalnya, ia memakai jas merah dengan topi tinggi ala pesulap. Atau tiba-tiba ia tampil dengan pakaian serba merah jambu dalam konsernya di Jakarta pada 2008. Selalu tak terduga.
Setelah Leo menyapa para penonton, lagu baru dalam albumnya itu mulai dilantunkan. Leo menaikkan kaki kanannya ke atas drum untuk menopang gitar akustiknya. Di atas pentas, Leo ditemani oleh Liliek Jasqee (biola), Reddy (keyboard), Taufiq (bas), Sena (perkusi), dan Lusi Ayu (vokal).
Mengalunlah lagu barunya, Putu Sujenan, yang tak lain adalah nama seorang gadis Bali berumur 18 tahun. Sujenan bekerja di gerai spa. Gadis berlesung pipit ini penyuka bacaan sastra, tapi tak ketinggalan pula bersosialisasi dalam dunia maya dengan telepon seluler pintarnya. Leo takjub kepada gadis ini. Menurut dia, sebuah kontradiksi karena seorang gadis muda tak lantas terseret ingar-bingar urbanisme.
Lagu-lagunya masih didominasi oleh apa yang ia dapatkan dalam kesehariannya sebagai seorang pengelana. Liriknya ringan dan sangat dekat. Seperti kekagumannya terhadap sosok perempuan yang selalu melengkapi hidupnya. "tThe world say Obama. The world say Osama. Just say Ozawat," ujar Leo, mengantarkan penggemarnya pada lagu Wha Wha Blues. Ozawa yang dimaksud adalah artis porno Jepang, Maria Ozawa alias Miyabi. Spontan saja tawa penonton pun pecah mendengar penjelasannya. Ada pula tembang Ishatani, yang diciptakan Leo ketika berada di Kalimantan. Ia bertemu dengan seorang petani Dayak yang masih mengerjakan ladangnya meski telah waktunya salat isya.
"Lagu-lagu baru ini mengusung kekayaan daerah," ujar Leo. Ia memang memasukkan unsur daerah, tapi bukan pada warna musiknya. Lokalitas itu lebih muncul dalam lirik-lirik lagunya dengan pemakaian beberapa idiom atau bahasa daerah. Mungkin sesuai dengan istilah folk ballad.
Sayang, lagu-lagu baru itu hanya dibawakan dengan mixing. Alat musik yang mereka mainkan ditimpakan pada lagu asli yang diperdengarkan bersamaan. Tumpukan itu tak sinkron. Sesekali suara asli Leo dengan rekaman tumpang-tindih.
Leo menyatakan, ia memang tak mempersiapkan untuk konser. Begitu sebagian lagu baru itu diperdengarkan, ia unjuk pamit meninggalkan panggung. Penonton masih saja menunggu dan berteriak minta sang idola keluar lagi. Leo sempat keluar, tapi hanya mengambil tas yang tertinggal. Dengan gayanya yang kocak, ia cuek mengambil tas itu. "Lupa, tas saya ketinggalan," katanya. Seperti panggung Srimulat saja. Sungguh jenaka.
Tak kuasa, Leo kemudian memenuhi permintaan para penonton. Dan sebagian penonton kemudian tak lagi tertib duduk di bangku, melainkan sudah membaur dan merapat di depan panggung. Begitu dekat. Lalu meluncurlah tembang-tembang yang sangat akrab di telinga penggemarnya, antara lain, Lewat Kiara Condong, Di Deretan Rel-Rel, Gulagalugu Suara Nelayan, dan Nyanyian Tanah Merdeka.
Boleh dibilang, Leo Kristi adalah penyanyi balada yang tak ada duanya. Pada usianya yang 61 tahun kini, ia masih trengginas di atas panggung. Cuek, kocak, gayanya cair, dan sangat menghibur. Pantas saja penggemarnya tak rela Leo menyudahi. Dan mereka kian larut dalam ingar-bingar itu. Dan malam itu Leo benar-benar menutup konsernya dengan tembang Pohon Kemesraan. ISMI WAHID | DWIDJO U MAKSUM
LKers Mendanai Album Baru
Wacana itu muncul saat konser Leo Kristi di Jakarta pada 2008. Belasan tahun sudah Leo tak meluncurkan album baru. Penggemar pun rindu akan karya-karya teranyarnya. "Lagu-lagu baru memang banyak. Dan ini belum terekam. Tak ada yang mendanai untuk membuat album," ujar Sena Reksalegoro, salah satu anggota LKers yang menggagas peluncuran album anyar itu.
Gagasan itu kemudian dilempar ke milis LKers. Dan baru setelah konser rakyat Leo di Yogyakarta pada Mei lalu, gagasan itu terwujud. Setelah mendengar sampel lagu baru Leo, mereka berbondong-bondong dengan sukarela urunan dana untuk merekam album itu.
Butuh biaya sekitar Rp 300 juta untuk rekaman lagu sekaligus peluncurannya. Lkers, yang menjadi donatur, akan mendapatkan satu piringan lagu dengan harga Rp 1 juta. "Istilahnya bukan beli CD, tetapi mendanai pembuatan CD," ujar Sena. Akhirnya terkumpul 70 donatur yang sanggup mengumpulkan dana itu.
Boleh jadi inilah pertama kalinya musisi Indonesia yang mampu membuat album baru atas dana dari para penggemarnya. Album tersebut masih dicetak terbatas. Menurut Sena, mereka akan menggandakannya lagi tahun depan setelah melihat animo penggemar. "Kami sama sekali tak ada sponsor. Ini bukan bisnis," katanya.
Sebelum Warm, Fresh & Healthy dirilis, Leo telah menelurkan 10 album, antara lain, Nyanyian Fajar, Nyanyian Malam, Nyanyian Tanah Merdeka, Nyanyian Cinta, dan Nyanyian Tambur Jalanan.
ISMI WAHID