Berbeda dengan wayang umumnya, yang terbuat dari kulit hewan atau kayu, wayang onthel terbuat dari onderdil sepeda. Bahan-bahannya berasal dari ruji, bel, dinamo, stang, velg, gir hingga per sepeda. “Semua onderdil itu dari barang bekas,” kata Bagus Priyana, koordinator Velocepede Old Classic (VOC), penggagas pentas wayang onthel.
Namun, seperti pentas wayang umumnya, pergelaran wayang onthel juga dipentaskan dengan iringan tetabuhan gamelan. Bedanya, dalam panggung wayang yang diatur sederhana itu ditampilkan alat musik yang dibuat dari modifikasi onderdil sepeda.
Selama satu setengah jam wayang hasil kreatifitas penggemar sepeda itu dipentaskan. Ada 15 orang yang terlibat dalam pementasan wayang itu. Mereka terdiri dari para penabuh alat musik, sinden, dan dalang.
Ki Dalang Eko Rahmanto atau yang akrab dipanggil dengan Pak Liek tampak lugas memainkan cerita. Bahasa yang dipakai pun tak kaku dan penuh canda. Dengan empat tokoh utama –gareng, petruk, semar, dan bagong – dia memainkan cerita berjudul Jagad Onthel. “BBM yang ramah lingkungan itu,” kata dia berkelakar dalam pementasan, “Ya Bahan Bakar Mancal.”
Melalui cerita yang dia bawakan itu, dia menyampaikan keprihatinan terhadap perilaku tak aman dalam berkendara. Dia juga menyesalkan tren di masyarakat yang mulai meninggalkan bersepeda onthel dalam bepergian. Padahal dengan bersepeda, badan pun lebih sehat dan mengurangi pencemaran udara.
Seniman Magelang Ardhi Gunawan, yang juga pencetus wayang onthel, mengatakan seni kreatifitas ini lahir dari sebuah keprihatinan atas merebaknya penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan muda. Cara kampanye antinarkoba yang biasa digunakan, semisal seminar dan pembagian selebaran, dinilai cukup kaku. “Dari sekedar kumpul-kumpul bersama (komunitas sepeda kuno),” ujar Ardhi, “Kemudian tercetus bikin wayang dari onderdil sepeda.”
Dibuat pertama kali pada 2006, berkali-kali wayang onthel telah dipentaskan. Salah satu lakon yang dibawakan berjudul Narkotika. Dalam pentas itu, diangkat dua tokoh utamanya, Narko dan Tika.
Menurut Ardhi, yang juga penggemar sepeda kuno, tak ada aturan baku dalam memainkan wayang onthel. Lakon-lakon yang dibawakan pun biasa diangkat dari isu aktual yang berkembang di masyarakat. Apapun bentuk dan bahannya, bagi dia, wayang adalah warisan budaya Indonesia. “Mestinya generasi muda juga yang melestarikan,” katanya.
ANANG ZAKARIA