Dalam pidato setebal 11 halaman tersebut Ulil Abshar menjelaskan bahwa kembalinya agama, entah dalam bentuknya yang tradisional sebagai spiritualitas yang terlembaga, atau dalam bentuknya yang baru sama sekali, yakni spiritual yang tak terlembaga, dan dalam bentuknya yang bersifat khusus dimana agama merupakan sebuah tindakan "belonging" (yakni menjadi anggota dalam komunitas tertentu) maupun bersifat umum, dimana agama sebagai tindakan (tanpa menjadi anggota komunitas tertentu) merupakan bukti bahwa agama telah menunjukan daya hidupnya kembali dalam masyarakat yang sudah mengalami proses modernisasi.
Menurut Ulil, kebangkitan agama dalam ranah sosial-politik modern merupakan fakta yang tidak bisa ditolak lagi. Dia menilai upaya memasukan kembali agama ke dalam ruang publik tidak bisa lagi dipaksakan, namun harus disikapi secara positif maupun kritis. "Positif dalam pengertian bahwa kita menerimanya sebagai fakta sosial yang tidak bisa ditolak lagi, kritis dalam arti kita hendaknya selalu waspada terhadap dampak negatif dari fenomena bangkitnya agama itu,” katanya saat ditemui seusai acara.
Ulil melihat kebangkitan di sini dalam dua arah sekaligus. Pertama, kebangkitan yang mengambil bentuk kembali ke masa lampau yang dianggap mewakili suatu bentuk model keagamaan yang relatif sempurna. Kedua, kebangkitan yang mengambil bentuk reinterpretasi dan konstektualisasi ajaran Islam. "Baik salafisme yang menoleh ke belakang maupun Khalafisme yang melihat saat ini dan ke depan merupakan bentuk kebangkitan yang sah,” ujarnya. “Salafisme dan Khalafisme setidaknya harus berjalan secara simultan.”
HERRY FITRIADI