Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Saat Permaisuri Keraton Yogyakarta dan Seniman Satu Panggung di Gelaran Ketoprak Tobong

image-gnews
Permaisuri Raja Keraton Yogya, Sri Sultan HB X, GKR Hemas satu panggung dengan sejumlah seniman dalam gelaran Ketoprak Tobong di Kulon Progo Sabtu (15/7). Dok.Istimewa.
Permaisuri Raja Keraton Yogya, Sri Sultan HB X, GKR Hemas satu panggung dengan sejumlah seniman dalam gelaran Ketoprak Tobong di Kulon Progo Sabtu (15/7). Dok.Istimewa.
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Permaisuri Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu atau GKR Hemas turut tampil dalam gelaran Seni Ketoprak Tobong di lapangan Kepek Pengasih Kulon Progo, Yogyakarta, Sabtu petang, 15 Juli 2023. Ketoprak Tobong atau Ketoprak Tonil merupakan salah satu kesenian tertua asal Yogyakarta yang populer di era 1970-an. Dengan ciri kelompok pemainnya hidup berpindah-pindah untuk berkeliling melakukan pementasan.

GKR Hemas, Abah Kirun, dan Marwoto Jadi Bintang Tamu

Dalam penampilan Ketoprak Tobong oleh kelompok Suryo Bawono  bertajuk Kabar Mawa Wisa itu, GKR Hemas menjadi bintang tamu bersama sejumlah seniman Yogyakarta. Mulai Marwoto Kawer, Abah Kirun, Yu Beruk, Dalijo Angkring, Rini Widyastuti, Novi Kalur, juga Yanti Lemoe.

"Ketoprak Tobong ini merupakan kesenian lokal yang masih cukup efektif sebagai sarana hiburan sekaligus edukasi masyarakat," kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo Joko Mursito di sela gelaran itu.

Joko mengatakan, menjelang tahun politik 2024 ini, masyarakat rentan terpecah belah akibat informasi-informasi sepihak yang tak jelas sumbernya. Perpecahan di masyarakat itu jika terjadi, kata dia, bisa berdampak negatif pada perkembangan sektor pariwisata Yogya yang belakangan sudah susah payah dipulihkan kembali pasca pandemi Covid-19.

Ketoprak dan sejumlah seni tradisi lain di Yogyakarta pun didorong bisa turut menjadi media edukasi warga disamping aspek hiburannya. Mengingat seni tradisi seperti Ketoprak Tobong ini cukup intens ditampilkan di berbagai kegiatan sosial dan wisata di Yogyakarta.

Permaisuri Raja Keraton Yogya, Sri Sultan HB X, GKR Hemas satu panggung dengan sejumlah seniman dalam gelaran Ketoprak Tobong di Kulon Progo Sabtu (15/7). Dok.Istimewa.

"Dari gelaran ketoprak ini kami mengajak masyarakat memanfaatkan dunia digital untuk hal-hal positif dan produktif, seperti penyebaran informasi pariwisata daripada turut menyebarkan hoaks," kata Joko

Ketoprak Tobong Kisahkan Konflik karena Kabar Hoax

Pentas ketoprak itu mengangkat lakon Kabar Mawa Wisa besutan sutradara Nano Asmorodono. Lakon ini berkisah tentang perseteruan antara sesama warga di sebuah desa bernama Randu Blatung akibat terpengaruh informasi tidak benar, yang akhirnya memicu konflik luas di masyarakat.

Diceritakan, warga desa berkonflik karena adanya informasi wabah penyakit yang melanda desa itu akibat ditebangnya sebuah pohon yang dianggap keramat Randu Alas. "Hal-hal yang memicu konflik seperti informasi yang tak berimbang dan sumber tak jelas seperti lakon ketoprak ini yang harus dihindari masyarakat," ujar Joko.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di atas panggung yang dipadati ribuan warga itu, GKR Hemas turut meminta warga terutama di Yogyakarta lebih mawas menghadapi tahun politik yang tinggal hitungan bulan lagi. "Saat ini semakin banyak informasi tersebar melalui sosial media hingga obrolan di masyarakat, jangan langsung dipercaya kalau sumber-sumbernya tidak jelas," kata Hemas dalam gelaran yang diinisiasi Sanggar Banyu Sumilir, Komunitas Tetuka, dan Kementrian Komunikasi dan Informatika itu.

"Seperti cerita ketoprak malam ini, konflik antar warga disebabkan munculnya wabah penyakit akibat menebang pohon," kata permaisuri Keraton Yogyakarta itu. 

Pesan Permaisuri Raja Keraton Yogyakarta

Hemas menambahkan, mendekati tahun politik saat ini, segala informasi perlu dicermati seksama oleh warga baik di perkotaan maupun desa-desa. "Seniman seniman dan pelaku kesenian juga berperan edukasi warga melalui pertunjukkannya, jangan sampai warga diadu domba," kata Hemas.

Lurah Pengasih Kulon Progo Suharyono mengatakan ketoprak memang masih menjadi hiburan cukup diminati masyarakat pedesaan seperti Kulon Progo. "Terutama seni pertunjukan tradisional, masyarakat desa sangat berminat apalagi bisa secara langsung melihat bintang-bintang utamanya daripada lewat layar televisi," kata dia.

Adapun Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan dari gelaran itu mengatakan Ketoprak Tobong sebagai seni pertunjukkan populer bisa menjadi salah satu literasi digital. Literasi ini penting untuk menambah wawasan masyarakat dalam menurunkan angka penyebaran berita bohong atau hoaks di ruang digital.

Aktivis Pengurus Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta Aina Masrurin dalam gelaran itu meminta para penonton ketoprak selain waspada informasi tak benar yang beredar. Ia juga berharap masyarakat aktif melaporkan ke pihak pihak terkait agar segera ditindaklanjuti dan tak semakin meluas menelan korban.

 Pilihan Editor: Keraton Yogyakarta Gelar Jogja Royal Orchestra, Mainkan 5 Repertoar Musik Klasik

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

10 jam lalu

Acara halal bihalal syawalan Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek dilaksanakan di Diklat Kejaksaan Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu, 4 Mei 2024. Foto: Istimewa
Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek menggelar syawalan, hadirkan Budaya Yogyakarta antara lain sendratari dan prajurit keraton Yogyakarta.


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

21 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

22 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

31 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

52 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

53 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

53 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

27 Februari 2024

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat deklarasi damai Pemilu 2024 di Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.


Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

12 Februari 2024

Serah terima uborampe atau sesaji mengawali Tradisi Labuhan Merapi di Kecamatan Cangkringan Sleman Minggu (11/2). Dok. Istimewa
Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

Upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta ini merupakan tradisi ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan alam