Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Narasi Hiruk-pikuk 30 September 1965 di Novel The Year of Living Dangerously

image-gnews
Novel The Year of Living Dangerously karya Christopher Koch (1978). WIkipedia
Novel The Year of Living Dangerously karya Christopher Koch (1978). WIkipedia
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta -Indonesia punya kisah pilu yang kerap diingat tiap tanggal 30 September. Terjadi upaya kudeta yang diatasnamakan kepada Partai Komunis Indonesia atau PKI di bulan tersebut pada 1965. Christopher Koch, penulis Australia, mengisahkan babakan peristiwa itu ke dalam novelnya The Year of Living Dangerously, yang terbit 1978.

Dicekal Orde Baru

Sepanjang pemerintahan Orde Baru buku The Year of Living Dangerously dilarang di Indonesia. Buku ini juga difilmkan, tetapi dilarang syuting di Jakarta. Baik buku maupun filmnya haram beredar di Tanah Air.

Baru pada 1998, setelah era Reformasi dimulai, pelarangan ini dicabut. Berikut nukilan novel The Year of Living Dangerously.

Judul novel Koch diambil dari sebuah frasa dari Bahasa Italia, Vivere pericoloso. Kalimat itu pernah digunakan Soekarno sebagai judul pidatonya pada ulang tahun Kemerdekaan Indonesia tahun 1964. Artinya adalah hidup berbahaya. Kalimat ini belakangan menggambarkan betapa berbahayanya hidup di era sebelum dan sesudah kejadian 30 September itu.

Koch mengemas peristiwa G30S, sebutan lain untuk Gerakan 30 September, dari sudut pandang sekelompok wartawan asing saat itu sebagai latar kisah. Alur cerita disampaikan fiksi lewat tokoh Guy Hamilton. Dia adalah seorang koresponden asing untuk jaringan berita Australia. Guy baru tiba di Jakarta untuk menjalankan tugas resmi.

Di Indonesia, Guy bertemu dengan anggota komunitas asing lainnya. Salah satunya adalah seseorang bernama Billy Kwan. Sama seperti Guy, Billy adalah wartawan asing. Dia berdarah Tionghoa-Australia yang cerdas dan memiliki sisi moral kemanusiaan yang tinggi. Pertemuan Guy dengan Kwan membawa berkah. Berkat Kwan, dia mendapatkan wawancara dengan Soekarno dan bahkan pentolan PKI, DN Aidit. Reputasinya pun naik pesat.

Demonstrasi menentang kedatang Green, Duta Besar Amerika Serikat, di Jakarta, Agustus 1965. Dok. Perpustakaan Nasional

Sebelum bertemu Kwan, nasib Guy di awal-awal kurang bagus. Koresponden pendahulunya telah pergi karena bosan di Indonesia. Ini menjadi kendala bagi Guy karena wartawan itu tak memperkenalkan dirinya kepada informan penting. Guy hanya menerima sedikit simpati dari komunitas wartawan. Apalagi mereka sama-sama bersaing mendapatkan informasi dari pemerintahan Soekarno, golongan PKI, dan militer.

Romansa Jurnalis dan Diplomat

Lewat Billy, Koch menyambungkan romansa Guy dan Jill Bryant dalam novel ini. Karena Billy-lah, Guy mengenal asisten muda berparas cantik di Kedutaan Inggris itu. Jill dan Billy adalah karib. Dengan halus, Billy memanipulasi pertemuan-pertemuan Guy dan Jill. Keduanya akhirnya jatuh cinta. Meskipun sebelumnya Jill bimbang karena akan kembali ke Inggris.

Berkat Jill, Guy mendapat informasi bahwa pemerintah komunis di Cina berencana mempersenjatai anggota PKI. Tetapi hubungan keduanya menjadi renggang. Musababnya, Guy terlalu fokus pada kariernya dan tidak memedulikan keadaan teman maupun sekutunya. Dia ingin menjadi orang pertama yang membeberkan berita besar itu. Guy yakin akan terjadi perang sipil saat bantuan senjata itu tiba di Jakarta.

Bahkan, demi mendapatkan informasi, Guy mengunjungi Jawa Tengah untuk menyertai barisan simpatisan PKI berbaris menuju ibu kota. Namun dalam perjalanan, tiba-tiba mobil Guy dihentikan oleh gerombolan orang yang berniat tidak baik. Setelah kembali ke Jakarta, hubungan Guy dan Jill kian terpuruk. Hal ini lantaran Guy menyertai salah satu rekan jurnalisnya, Pete Curtis, berkunjung ke sebuah daerah kumuh Jakarta untuk mencari pekerja seks.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Suatu ketika Guy kedapatan berteman dengan seorang koresponden asing. Ini aib bagi Billy, lantaran teman Guy itu memiliki hubungan homoseksual dengan anak Indonesia yang masih di bawah umur. Billy, yang memiliki jiwa moralitas tinggi itu, bertemu dengan teman Guy ini di Bar Wayang, di hotel mewah tempat Guy tinggal, sekarang Hotel Indonesia. Billy tanpa segan memaki koresponden asing itu.

Setelah kejadian itu, Guy mengucilkan Billy dan memutus kontak dengannya. Guy kemudian berteman baik dengan Kumar, yang ternyata adalah anggota aktif PKI. Billy dan Guy tak lagi bertemu sampai akhirnya Billy tewas. Billy jatuh dari jendela sebuah kamar Hotel Indonesia. Guy dan Jill, yang juga ada di Hotel itu, menemukan bukti bahwa mantan temannya itu tewas bukan karena jatuh. Billy meninggal karena ditembak sehingga tewas dan jatuh dari jendela hotel.

Saat itu Billy membentangkan spanduk anti-Soekarno....

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ketahui Asal-Asul 1 Mei Diperingati sebagai Hari Buruh Internasional

1 hari lalu

Ratusan buruh yang tergabung dalam KASBI melakukan aksi di depan Gedung Kemenaker, Jakarta, Rabu 23 Februari 2022. Pemerintah tak segera merevisi aturan soal Jaminan Hari Tua (JHT) yang diatur dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 . Serikat buruh meminta Menaker mengeluarkan aturan yang berisi dua poin. Pertama, mencabut Permenaker 2/2022 dan memberlakukan kembali Permenaker Nomor 19/2015. TEMPO/Subekti.
Ketahui Asal-Asul 1 Mei Diperingati sebagai Hari Buruh Internasional

Asal-usul Hari Buruh bermula dari tragedi Haymarket yang terjadi di Chicago, Amerika Serikat, pada 1 Mei 1886.


64 Tahun PMII, Respons Mahasiswa Muslim terhadap Situasi Politik

14 hari lalu

Presiden Joko Widodo saat Peresmian Pembukaan Musyawarah Nasional VI Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Tahun 2018di Jakarta, Jumat 20 Juli 2018. TEMPO/Subekti.
64 Tahun PMII, Respons Mahasiswa Muslim terhadap Situasi Politik

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi mahasiswa yang masih eksis sampai saat ini.


Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

25 hari lalu

Ario Bayu. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

Ario Bayu ditetapkan menjadi Ketua FFI telah memerankan banyak karakter dari beragam film layar lebar. Berikut sebagian filmografinya.


Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

29 hari lalu

Terdakwa kasus pencemaran nama baik, Ahmad Dhani mengenakan peci hitam saat menjalani sidang lanjutan di PN Surabaya, Selasa, 12 Februari 2019. Saat ini Dhani sedang menjalani sidang atas kasus yang terjadi di Surabaya. ANTARA/HO/Ali Masduki
Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

Peci yang identik dengan busana lebaran telah dikenal masyarakat sejak ratusan tahun lalu.


Pasang Surut Hubungan Indonesia-Cina dalam Rentang 74 Tahun

30 hari lalu

Bendera Cina dan Indonesia. Shutterstock
Pasang Surut Hubungan Indonesia-Cina dalam Rentang 74 Tahun

Prabowo Subianto, memilih Cina sebagai negara pertama yang dikunjunginya, menandai pentingnya hubungan Indonesia-Cina.


Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

35 hari lalu

Letjen Soeharto (kiri), Soekarno, Sultang Hamengku Buwono IX, dan Adam Malik pada rapat Kabinet Ampera1, 25 Juli 1966. Dok. Rusdi Husein
Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Sukarno berawal dari kemelut politik yang rumit pasca peristiwa G30S


Hari Ini 56 Tahun Lalu, Pelantikan Soeharto sebagai Presiden Gantikan Sukarno, Sukmawati Sebut Kudeta Merangkak

36 hari lalu

Sukarno dan Soeharto
Hari Ini 56 Tahun Lalu, Pelantikan Soeharto sebagai Presiden Gantikan Sukarno, Sukmawati Sebut Kudeta Merangkak

Kudera merangkak disebut sebagai kudeta yang dilakukan Soeharto kepada Sukarno, apa itu?


Terkini: Nilai THR Jokowi dan Ma'ruf Amin, Kisah Sri Mulyani Dirayu Susi Pudjiastuti Pulang ke Indonesia

37 hari lalu

Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Maaruf Amin memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa 9 Januari 2024. Sidang kabinet membahas Peningkatan Kinerja Aparatur Sipil Negara Melalui Keterpaduan Layanan Digital Pemerintah. TEMPO/Subekti.
Terkini: Nilai THR Jokowi dan Ma'ruf Amin, Kisah Sri Mulyani Dirayu Susi Pudjiastuti Pulang ke Indonesia

Berita terkini: Berapa nilai THR yang diterima Jokowi dan Ma'ruf Amin? Kisah Sri Mulyani saat dirayu Susi Pudjiastuti untuk pulang ke Indonesia.


Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

37 hari lalu

Calon Presiden terpilih Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam acara buka puasa bersama DPP PAN di Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan buka puasa bersama pertama usai Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diputuskan oleh KPU dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 menjadi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

Respons Direktorat Jenderal Pajak terhadap pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak era Orba.


Prabowo Sebut Rasio Pajak di Era Reformasi Kalah dari Zaman Orde Baru, Benarkah?

40 hari lalu

Calon Presiden (Capres) nomor urut dua, Prabowo Subianto, saat melakukan Konferensi Pers usai acara Buka Puasa Bersama DPP PAN dan Konferensi Pers yang berlokasi di Kantor DPP PAN, Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Prabowo Sebut Rasio Pajak di Era Reformasi Kalah dari Zaman Orde Baru, Benarkah?

Prabowo Subianto, kembali menyinggung soal rendahnya rasio penerimaan pajak (tax rasio) terhadap PDB yang lebih rendah dari zaman Orde Baru.