INFO SELEB -- “Perjuanganku mengatasi penyakit mental adalah masa laluku. Begitu obatku habis, halusinasi pun muncul.” Jika bisa dibilang derita, itulah sisi gelap berkepanjangan yang dialami seorang Evan McCauley, tokoh utama dalam film Infinite garapan sutradara Antoine Fuqua.
Namun, film laga fiksi ilmiah yang mulai tayang di Indonesia September 2021 ini, tak sekadar ingin bercerita tentang kehidupan penderita skizofrenia seperti Evan. Di dalam diri manusia sesungguhnya ada kemampuan di luar yang dia bayangkan, salah satunya ingatan yang tersimpan di setiap sel tubuh. Di sinilah cerita bergulir. Bagaimana ketika Evan McCauley yang diperankan oleh Mark Wahlberg mengalami kebingungan atas penglihatan-penglihatan anehnya, kejadian masa lalu (past life) yang mampu diingatnya kembali dengan baik, atau mungkin reinkarnasi yang dialami?
Baca juga:
Film yang diadaptasi dari novel The Reincarnationist Papers karya Erik Maikranz pada 2009 ini sesuai sebutannya Infinite, mengisahkan tentang kelompok orang yang punya kemampuan khusus mengingat kehidupan masa lalu mereka dengan baik. Orang-orang istimewa (Infinite) dalam film berdurasi hampir dua jam yang skenarionya ditulis oleh Ian Shorr dan Todd Stein ini terpisah dalam dua kubu. Ada kelompok yang percaya (Believers) dan kelompok mengingkari (Nihilis).
Evan McCauley, dengan segala perdebatan batinnya, akhirnya mengakui jika itu benar. Naluri dasarnya mengambil alih. “Aku tak bisa membiarkan orang lain terluka karena ingatan yang ada di kepalaku. Pemberian (kemampuanku) ini adalah tanggung jawab untuk membuat kehidupan manusia lebih baik,” ucapnya saat memutuskan bergabung dengan kubu Believers.
Maka, dalam potongan adegan saat Evan diinterogasi oleh Bathurst (diperankan oleh Chiwetel Ejiofor), dia mulai menyadari bahwa apa yang menurutnya hanya halusinasi dan mimpi sebenarnya adalah kenangan tentang kehidupan masa lalu. Evan pun menemukan fakta bahwa dirinya pernah menjadi bagian kelompok rahasia Infinite yang telah mengalami reinkarnasi berkali-kali. Akhirnya terjawab, bahwa gangguan mental (halusinasi) yang dialami sebelumnya adalah delusi, ketidaksinambungan antara pemikiran, imajinasi, emosi, dengan realita yang sebenarnya.
Bagi mereka yang percaya, memori atau ingatan masa lalu bisa dimanfaatkan untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Sebaliknya bagi yang mengingkari, terlahir kembali berkali-kali menjadi sebuah petaka, kejenuhan, bahkan sebagian orang menganggapnya sebagai kutukan. Kematian dan kelahiran kembali (reinkarnasi) tak lebih dari siklus atau lingkaran setan yang patut dihentikan.
Itu sebabnya tokoh antagonis Bathurst dan kelompoknya punya rencana memusnahkan kehidupan, agar tak ada manusia yang dilahirkan kembali. Dengan menggunakan bom DNA bernama The Egg –meski ide ini terbilang brilian— namun tujuannya hanyalah menciptakan kepunahan massal.
Reinkarnasi yang menjadi ide dasar film ini menggambarkan sosok Evan yang punya sederet kepandaian. Di antaranya, kemampuan membuat pedang dan kefasihan berbahasa Rusia yang tak pernah persis diingatnya kapan itu bermula. Inilah salah satu pesan yang ingin disampaikan oleh sang sutradara Antoine Fuqua lewat film produksi Amerika ini, bahwa keterampilan yang kita miliki bukanlah semata-mata bakat. Tapi Fuqua hendak menggarisbawahi bahwa semua kebisaan itu adalah keahlian yang kita bawa dari kehidupan sebelumnya. Reinkarnasi memaksa sekelompok orang terlahir kembali berkali-kali tak hanya membawa kemampuan yang dikuasainya di sepanjang garis kehidupan mereka, tetapi sekaligus menyandang beban hidup yang tak terputus.
Maka, dalam film yang juga dibintangi oleh Dylan O’Brien, Jason Mantzoukas, Rupert Friend dan Toby Jones ini, Evan digambarkan sebagai reinkarnasi dari Heinric Threadway, pencuri bom DNA The Egg yang dicari-cari oleh Bathurst. Dengan dibantu Mora Brightman (diperankan Sophia Cookson) yang menjadi kekasih Threadway di kehidupan sebelumnya, rencana jahat Bathurst berhasil mereka gagalkan.
Film yang diselingi dengan aksi-aksi yang bikin penonton menahan napas, ini memang tak serta merta menguak bagaimana cara memanggil kembali ingatan masa lalu. Itu sebabnya, ketidakyakinan Evan bahwa dirinya hanyalah mengalami delusi, dan tak pernah merasa mengalami kehidupan lain sebelumnya (reinkarnasi), ternyata tak terlepas dari sebuah peristiwa. Peristiwa apakah itu, jawabannya tentu saja di ending film ini. Begitu pun, apakah Threadway adalah reinkarnasi Evan yang terakhir, ataukah masih ada kehidupan Evan McCauley berikutnya? Lalu siapakah Abel (diperankan Tom Hughes), pemuda tampan yang ditemui di Jakarta, yang menjadi klimaks film ini. Penasaran? (*)