TEMPO.CO, Jakarta - Film yang menceritakan buronnya Wiji Thukul dari kejaran aparat Orde Baru, Istirahatlah Kata-kata akan kembali ditayangkan oleh TVRI pada Selasa, 16 Juni 21.30. Untuk mengiringi menonton film tersebut, adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo mengajak netizen agar menyaksikan pentas virtual pembacaan puisi karya kakaknya itu, malam ini, dua jam sebelum film itu ditayangkan.
"Temanya Membaca Wiji Thukul dengan menghadirkan pembacaan puisi karya-karya kakak saya yang akan dibawakan oleh Gunawan Maryanto si pemeran Wiji Thukul dalam film itu," kata Wahyu Susilo dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Selasa sore, 16 Juni 2020. Pentas virtual itu akan dimulai pada pukul
Selain Gunawan, puisi-puisi Wiji Thukul itu juga akan dibacakan oleh Marissa Anita, si pemeran Sipon, istri Wiji Thukul dalam film itu. Menteri Tenaga Kerja periode 2014-2019, Hanif Dhakiri Jaleswari Pramudyawardhani (Deputi V Kantor Staf Presiden), Yacinta Kurniasih (Dosen Bahasa Indonesia Monash University Melbourne), Maria Boniok (Penggerak Sastra Migran), Laura Muljadi Nera Fala (Model Indonesia), Joss Wibisono (Penulis Buku tinggal di Amsterdam), dan Kalis Mardiasih (penulis dan feminis muslim) turut meramaikan pembacaan puisi itu.
Ilustrasi Wiji Thukul
Bagi Thukul, puisi bukan hanya menjadi ekspresi, tetapi juga medium perlawanan di tengah keadaan yang menyengsarakan kemanusiaan. “Hari ini kita juga masih melawan, pandemi dan lainnya,” ujar Wahyu Susilo, yang menggagas kegiatan ini.
Mas Wiji yang sederhana, kata Wahyu, bercerita keseharian orang biasa, telah menyentuh relung seperti merasakan sejarah - yang sebenarnya juga masih relevan hingga saat ini. “Karya Mas Wiji itu adalah Dokumentasi Sejarah Buruh Indonesia,” ucap Yacinta Kurniasih, penulis dan pengajar sastra di Melbourne, Australia.
Yacinta akan membawakan puisi Wiji Thukul: Sukmaku Merdeka. “Semua puisi Mas Wiji sangat luar biasa penting dan indah, tetapi Sukmaku Merdeka berisi semua hal yang menjadi keyakinan saya sebagai salah seorang buruh dari Indonesia yang bekerja di mancanegara. Puisi-puisi saya banyak dipengaruhi oleh karya Mas Wiji,” tuturnya. Bukan hanya itu, bagi Yacinta puisi Sukmaku Merdeka juga menggugat siapa dan apa saja – termasuk Tuhan, dan mengingat Ibu karena rahimnya yang sudah mencetak kita.
Putra Wiji Thukul, Fajar Merah, menjawab pertanyaan awak media, di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 25 Januari 2017. Fajar Merah menyatakan menagih janji Presiden Joko Widodo untuk segera menuntaskan kasus penghilangan secara paksa terhadap Wiji Thukul dan 13 aktivis yang dinyatakan masih hilang dan membentuk pengadilan HAM Ad-Hoc di Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto
Selain Yacinta, dari belahan dunia lainnya, Joss Wibisono juga menceritakan pengalaman berkesannya sengan sajak-sajak Wiji Thukul. Joss yang saat ini tinggal di Amsterdam, Belanda, tidak pernah melupakan momen ketika pertama kali ia menyaksikan pementasan puisi Wiji Thukul.
“Puisinya yang sangat saya sukai, saya dengar pertama kali tahun 1984 di Salatiga. Tujuannya menemui guru saya, Arif Budiman, lalu saya diajak guru saya untuk melihat pementasan puisinya,” tuturnya pada Pentas Puisi Pekerja Migran,1 Mei lalu. Puisinya yang sederhana, banyak bercerita keseharian orang biasa, diakui oleh Joss sebagai suatu daya pikat tersendiri.
“Saya ingat betul waktu Wiji Thukul membacakannya, Arif Budiman sangat terpukau," ujarnya. Ada puisi seperti ini puisi yang ditulis oleh orang biasa dan berkisah tentang apa yang selama ini dicita-citakan oleh Arif Budiman yakni masyarakat yang berwelas asih pada kalangan biasa,” tambahnya. Joss membacakan puisi kesukaannya: Nyanyian Abang Becak.
Pentas virtual ini akan diadakan pada Selasa, 16 Juni 2020 dimulai pukul 20.00 WIB. Bagi yang tertarik untuk menyimak dapat mendaftarkan diri di bit.ly/pembacaanpuisi atau menyaksikan siaran langsungnya di Youtube Channel: Sastra Migran.