TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka pameran seni kontemporer Artjog 2019 di 2, Kamis malam, 25 Juli 2019. Saat membuka acara ini, Sri Mulyani berpesan agar seniman kian meningkatkan kesadaran menjaga bumi melalui karya-karyanya.
Sri Mulyani yang mengenakan baju atasan lurik berbicara di panggung selama 10 menit tanpa teks. Dia menyebut tema Common Space relevan dengan situasi bumi yang makin padat populasi. Sebanyak 7 miliar orang hidup di bumi. Dan 15 tahun ke depan diperkirakan jumlahnya bertambah menjadi 9 miliar.
Jumlah penduduk dunia yang kian bertambah membuat orang sadar bahwa bumi merupakan common space atau ruang bersama dan menjadi aset bersama. "Orang seharusnya semakin peka dan toleran. Menjaga bumi yang kecil ini untuk umat manusia," kata Sri Mulyani.
Kesadaran menjaga bumi dengan baik dan berkelanjutan, menurut Sri Mulyani, sangat penting untuk kemanusiaan yang adil dan beradab. Kesadaran itu bisa diwujudkan melalui ekspresi, kepedulian, rasa sayang terhadap alam, interaksi antar-manusia dan alam, manusia dengan manusia, dan alam dengan manusia. "Itu semua bisa diwujudkan melalui karya seni yang menginspirasi dan mendidik," kata Sri Mulyani.
Kesadaran menjaga bumi sebagai nilai yang ditunjukkan melalui karya seni, menurut dia, memberikan sumbangan yang jauh lebih penting ketimbang sekadar nilai rupiahnya. Untuk diketahui, sebagian karya seni bertema lingkungan menghiasi ruang pamer Jogja National Museum. Penyelenggara mengecat dinding-dinding gedung tersebut.
Seni instalasi berbahan bambu membentuk lorong raksasa sebagai pintu keluar pengunjung. Perupa Sunaryo menjalin bambu membentuk bubu raksasa atau alat perangkap ikan yang berbahan dasar potongan bambu. Selain bambu, Sunaryo menyertakan gemericik air dan cermin bergambar ikan.
Seni instalasi karya perupa Sunaryo di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Selain Sunaryo, Art Jog juga memajang karya perupa Handiwirman Saputra berupa Taman besar yang dinamai taman organik plastik yang ditempatkan di halaman Jogja National Museum. Handiwirman membuat konsep taman dengan menggali halaman Jogja National Museum sedalam 5 meter dengan diameter 7 meter. Dia memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar halaman museum. Benda-benda itu di antaranya tanaman dan sampah. Konsepnya berupa taman tropis.
Karya Handiwirman di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Karya lain berjudul Piramida Gerilya menampilkan kolaborasi Indieguerillas, penggagas sepeda bambu dan pegiat pasar Papringan Singgih S. Kartono, dan desainer Lulu Lufti Labibi. Mereka memajang karya seni instalasi berwujud warung. Mereka menamakan warung itu sebagai Murakabi, kata dalam bahasa Jawa yang punya makna menguntungkan atau bermanfaat bagi sesama. Di warung itu terdapat pakaian dan berbagai makanan lokal. Pakaian yang dijual berupa lurik karya desainer Lulu Lufti Labibi.
Warung Murakabi karya kolaboratif Indieguerillas, Lulu Lufti Labibi, dan Singgih S. Kartono di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Kurator pameran, Agung Hujatnika menjelaskan common berarti sumber daya yang dimanfaatkan bersama. Dia merujuk pada penyebutan common land di Inggris. Semua orang bisa memanfaatkan common land, misalnya petani dan peternak. Mereka juga wajib menjaga common land tersebut.
Pengunjung berswafoto di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Karya seni bertema ekologi banyak menghiasai Artjog kali ini. "Lima seniman lintas disiplin menampilkan karyanya secara khusus dengan bertema ekologi," kata Agung.