TEMPO.CO, Yogyakarta - Banyaknya hotel yang berdiri di Yogyakarta membuat pelukis Lelyana Kurniawati risih. Ia menggoreskan cat akrilik membentuk sebuah karya yang paradoks. Pepohonan berdaun rimbun berteman gedung-gedung tinggi penuh kerlap kerlip lampu. Figur perempuan berambut panjang, berbaju merah digambarkan berdiri di sana. Ia murung.
Lukisan berjudul Escape itu adalah satu di antara tiga karya Lelyana yang dipajang dalam pameran seni bertajuk "Women Lead Art Exhibition by Female Artist" di Dusun Village Inn, Yogyakarta, 22 Agustus-22 September 2015. Selain Lelyana, ada 10 seniman perempuan yang memamerkan karyanya. Dari 11 seniman itu, Irina Spakova asal Latvia memamerkan lukisannya. Pameran ini memberikan ruang bagi perempuan pelukis untuk tampil di publik.
Lelyana memamerkan tiga lukisan yang semuanya bertema alam. Lukisan berjudul Escape berukuran 150 x 150 sentimeter itu adalah gambaran keresahannya terhadap eksploitasi manusia terhadap alam. Ia banyak menyaksikan pohon-pohon di ruang publik yang banyak ditebang untuk mendirikan bangunan, hotel, dan kegiatan industri. Di Yogyakarta, misalnya, hotel semakin memadati sudut-sudut kota. “Karya itu kritik terhadap manusia yang eksploitatif terhadap alam,” kata dia saat pembukaan pameran, Sabtu malam, 22 Agustus 2015.
Karya Lelyana lainnya berjudul Harvest memotret perempuan yang menikmati buah hasil panen yang melimpah. Perempuan bertopi lebar itu duduk di atas gunungan beraneka macam buah dan sayur. Ada jeruk, semangka, melon, anggur, dan bawang pre. Lukisan berbahan akrilik di atas kanvas ini menggambarkan kecintaan Lelyana terhadap tanaman. Ia suka berkebun dan menanam sayur organik di rumahnya.
Lelyana pernah memamerkan karya instalasi di Museum Szcezcin, Polandia, pada 2014 bersama sejumlah seniman. Ia berpameran tunggal di Museum dan Tanah Liat Yogyakarta tahun 2014.
Tema alam juga dilukis oleh seniman Veronica Deni Ambarwati. Ia menggunakan ampas kopi, biji kopi, dan kunyit sebagai bahan lukisannya. Warna kopi dan rempah-rempah menghias lukisannya yang bermotif batik. Dia juga menggunakan obyek tumbuhan dan binatang. Ada matahari, capung, dan kupu-kupu.
Karya berjudul Woman and Sun Flower, misalnya, melukiskan seorang perempuan yang menggenggam bunga matahari indah. Bunga matahari mekar itu menutupi sebagian wajah perempuan berambut kepang itu. Biji-biji bunga matahari dibuat dari biji-biji kopi khas Lampung. “Bunga matahari menyimbolkan ketegaran,” kata alumnus Jurusan Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini.
Pameran yang diproduseri oleh Iris Gallery itu dibuka dengan penampilan tari Roro Mendut oleh koreografer Dwi Windarti. Ada juga pertunjukan kolosal Keluarga Pencak Silat Nusantara Muntilan, yang kebanyakan perempuan. Produser film Nia Dinata dan Kartika Affandi, puteri perupa maestro Affandi, datang dalam acara itu. Nia Dinata mengapresiasi pameran bertema perempuan itu. Dia mengajak perempuan untuk terus berkarya dan percaya diri. “Perempuan harus terus berjuang di dunia yang patriaki ini,” kata Nia.
SHINTA MAHARANI