TEMPO.CO, Jakarta - Dua tahun berjarak dengan album keduanya, Gajah, tahun ini Tulus resmi meluncurkan album ketiganya. Album tersebut diberi judul Monokrom. Monokrom, yang diambil dari salah satu judul lagu dalam album tersebut, bagi Tulus, adalah persembahannya kepada orang-orang yang selama ini telah “memahat” dirinya menjadi seperti sekarang.
“Ungkapan terima kasih yang paling merdu yang bisa saya lakukan untuk ibu saya, kakak saya, sahabat saya, yang terlibat dalam perjalanan karier musik saya,” ucap Tulus dalam sebuah bincang eksklusif di Kembang Goela, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Agustus 2016.
Dalam album ini, Tulus ingin mengucapkan terima kasihnya kepada banyak pihak. Selain itu, di album ini ia masih bercerita soal kisah cinta, pengalaman-pengalaman yang sehari-hari bisa dialami siapa saja. Ia pun ingin memberikan ruang bagi para pendengarnya untuk turut berekspektasi dan berkembang bersama lagu-lagu yang ia ciptakan.
Monokrom adalah imaji Tulus mengenai kenangan yang diingatkan lewat foto hitam-putih. Tulus berujar warna monokromatik dalam fotografi punya spektrum warna sederhana, tapi lebih romantis.
“Buat saya, hal yang paling romantis dalam fotografi adalah hitam-putih. Soalnya, otak kita lebih bekerja saat melihat foto hitam-putih, kita ingat hari itu saya pakai bajunya bukan hitam, tapi hijau tua. Warna kulit ibu saya bukan abu-abu, tapi kuning langsat,” ucap Tulus.
Selain bermain dalam lirik puitis, cerita yang filosofis, dalam penggarapan album ini pun Tulus mengeksplorasi iringan musiknya dengan berkolaborasi bersama The City of Prague Philharmonic di Cekoslowakia. Ada lima lagu yang digarap dengan menggunakan iringan alat gesek dalam album tersebut.
Ada sepuluh lagu dalam album ini. Delapan di antaranya, liriknya dia tulis sendiri. Dua lainnya yaitu Cahaya dan Mahakarya ia buat bersama komposer Ari Renaldi.
AISHA SHAIDRA