TEMPO Interaktif, Jakarta - Masuknya dua film terlaris Hollywood saat ini, "Transformers: Dark of the Moon" dan "Harry Potter and the Deathly Hollows: Part 2", tak membuat jaringan bioskop Grup 21 menuai laba besar. Malahan sejak kisruh pajak film impor melanda, jaringan bioskop terbesar di Indonesia itu mengaku rugi hingga 50 persen lebih.
"Saya tidak tahu detil angkanya, tapi kami mengalami penurunan omset yang drastis. Kepastian angkanya bisa dicek di dinas pendapatan daerah," kata Direktur 21 Cineplex, TR Anitio, dalam pertemuan dengan wartawan di Djakarta Teater, Jakarta, Rabu, 10 Agustus 2011.
Kisruh masalah sengketa bea masuk film impor yang pecah pada Maret lalu telah membuat sebagian besar film-film asing, khususnya film laris Hollywood, tak masuk ke Indonesia. Bioskop pun hanya memutar film-film Indonesia dan beberapa gelintir film asing.
Film "Transformers" dan "Harry Potter" yang meledak di pasaran dunia itu kini sedang diputar di bioskop, tapi Anitio mengklaim bahwa kehadiran keduanya tidak terlalu berpengaruh pada peningkatan penonton. "Sebelum berhasil tayang di bioskop, film-film ini sudah ada bajakannya, jadi pasar telah digerogoti lebih dulu," kata dia.
Untuk memenuhi kebutuhan studio, beberapa film nasional harus turun layar, termasuk "Surat Kecil untuk Tuhan", karena terganjal aturan main bioskop. "Karena film itu terendah jumlah penontonnya pada pemutaran hari itu, maka harus diturunkan," kata Anitio. Menurut Anitio, film itu telah diputar selama 26 hari dan memperoleh 600 ribu penonton.
Berapa jumlah penonton yang bisa diraup "Transformers" dan "Harry Potter" belum bisa dijabarkan. "Kedua film besar ini masih berputar dan sebenarnya pengumuman jumlah penonton bukan kewenangan pengusaha bioskop. Itu adalah ranahnya produser film," kata Anitio.
Kedua film itu diimpor PT Omega Film, perusahaan baru yang kini menggantikan peran PT Camila Internusa Film dan PT Satrya Perkasa Esthetika Film. Dua perusahaan terakhir itu milik Grup 21 dan telah menguasai jalur impor film Hollywood selama puluhan tahun. Kementerian Keuangan memblokir Camila dan Satrya karena masih kurang membayar bea masuk film impor, yang mencapai Rp 310 miliar.
Tapi, Omega disinyalir masih terafiliasi dengan Grup 21. Kantornya tak jauh dari markas Grup 21 di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Omega didirikan oleh Syaiful Atim dan Ahmad Fauzi. Syaiful ternyata pegawai di Grup 21. Belakangan Syaiful digantikan Ajay Fulwani, yang masih kerabat Harris Lesmana, bos Grup 21. Namun, Grup 21 membantah punya afiliasi dengan Omega. "Tidak, orang-orang kami berbeda. Tidak ada yang saling berkaitan," ujar Anitio.
Aguslia Hidayah