TEMPO Interaktif, Jakarta -
Judul: Ada Apa Dengan Pocong
Genre: Komedi
Sutradara: Cisca Doppert
Pemain: Zaky Zimah, Joanna Alexandra, Dallas Pratama, H. Bolot, Mpok Atiek, Raymond
Percayakah Anda saat ini ada sekuel film drama percintaan laris pada 1990-an yang berjudul Ada Apa Dengan Cinta atawa AADC? Coba saja lirik poster sebuah film baru bertajuk Ada Apa Dengan Pocong. Konsep dasar posternya sama persis. Namun, apakah film ini merupakan kelanjutan kasih Cinta dan Rangga.
Tentu saja tidak, dari judulnya saja, pencomotan kata "pocong" sudah menandakan bahwa genre film ini adalah horor. Eits, belum tentu pula. Pasalnya, sang sutradara Cisca Doppert dalam peluncuran film tersebut di Jakarta kemarin, mengklaim bahwa karya anyarnya itu bergenre drama komedi. Film yang beredar mulai 23 Juni 2011 di bioskop nusantara ini berada di bawah bendera Mitra Pictures dan Co Bic Production.
Film ini berkisah tentang teror yang dialami oleh Wawan, Tedi, Hary, dan Boy di tempat kos mereka yang dilakukan oleh pocong. Bahkan, Tedi sampai tertabrak mobil ketika ia ketakutan saat dikejar pocong sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Esoknya, Hary dan Wawan segera mendatangi dukun sakti untuk meminta perlindungan. Namun ternyata, keris pemberian dukun untuk melindungi Wawan dan Hary itu tidak membuat si pocong bergetar.
Kecelakaan yang menimpa Tedi dan Hary membuat Wawan dan Boy semakin ketakutan. Tapi, mereka tidak bisa menghindar lagi dari dendam si pocong. Malam berikutnya, Wawan yang harus mengalami kecelakaan dengan mobilnya karena pocong terus menerornya. Boy panik sehingga ia akhirnya mengakui kesalahannya kepada Ririn dan Mirna, teman kosnya. Ternyata, Hary cs sudah berbuat kesalahan, yaitu tidak sengaja membunuh seorang gadis bernama Lastri.
Setelah hampir lima tahun tidak membuat film, terakhir film Gotcha (2006), Cisca terlihat berusaha keluar dari "bayang-bayang" Nayato sebagai mentor. Cerita yang ditulis Ule Suleman ini cukup bagus karena maksud dan tujuannya sejalan dengan judul film. Dengan penyampaian yang cukup jelas di mukadimah dan tidak adanya twist basa-basi.
Sayangnya, kekuatan film itu hanya bertahan pada babak pertama karena selebihnya cerita film ini mampu direka-reka oleh penonton. Untung saja, sinematografi yang digarap Cisca menjadi nilai tambah untuk menambal skoring musik yang tertata belepotan.
AGUSLIA HIDAYAH