TEMPO Interaktif, Jakarta - Dokumentasi musik Indonesia yang berantakan dan tidak tersimpan rapi membuat Bens Leo miris dan prihatin. "Saya dan beberapa teman, seperti Mas Tantowi Yahya dan Mbak Aida Mustafa sedang giat menyusun sebuah kegiatan dan tugas mulia bagi dunia musik Indonesia.
Rencananya akan dibuat museum musik Indonesia untuk menjadi pusat dokumentasi dan referensi bidang musik di Tanah Air yang tercerai-berai dan berpotensi diklaim negara lain," ujar Bens pada Jumat sore pekan lalu saat ditemui di rumahnya yang asri di kawasan Cirendeu Permai, Jakarta Selatan.
Bens, yang dikenal sebagai salah satu pengamat musik di Indonesia, menceritakan pengalaman pahitnya ketika beberapa waktu lalu diundang sebagai juri festival budaya dan musik di Malaysia. Hatinya langsung kaget ketika mengetahui lagu Rasa Sayang-sayange, yang muncul dalam acara itu, tidak disebut sebagai lagu yang berasal dari Indonesia.
"Justru mereka mengklaim lagu tersebut dari Malaysia. Saya sedih, prihatin, dan marah. Lalu saya memperbesar masalah ini dengan menelepon dan meminta sebuah stasiun televisi untuk melakukan investigasi. Kemudian masalah ini menjadi ramai. Itulah pentingnya kita memiliki museum musik Indonesia," ujarnya.
Kini, demi mewujudkan proyek besar tersebut, Bens, yang juga anggota awal tim sosialisasi Anugerah Musik Indonesia--sebuah penghargaan musik yang mengacu pada Grammy Award di Amerika Serikat--mulai mengumpulkan bahan-bahan dan mencari narasumber. "Ini bukan pekerjaan mudah. Tetapi lebih baik terlambat daripada kekayaan seni musik kita tidak terdata, tercerabut, dan diklaim orang lain," katanya.
I HADRIANI P