Menurut pemain musik wayang golek pantun, Sayuti, 53 tahun, kini satu set boneka wayang yang berjumlah 63 karakter itu menganggur. “Abah Soma belum sempat mengajarkan ke dalang lain sebelum meninggal,” katanya di Bandung, Kamis kemarin. Satu-satunya cara memainkan wayang tersebut yang bisa dipelajari hanyalah lewat rekaman video hasil dokumentasi Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung.
Wayang golek pantun dibuat dan dikembangkan Soma Dimyati pada 1975 di kediamannya, Kampung Bugel, Desa Pakutanabdang, Ciparay, Kabupaten Bandung. Tujuannya agar wayang golek memiliki kisah dan karakter khas Sunda. Lakon, misalnya, mengambil cerita dari Babad Pajajaran, Sangkuriang, atau Galuh.
Dari bentuknya, boneka wayang golek pantun terlihat berbeda dengan bentuk wayang golek biasa. Untuk wayang yang mewakili kalangan istana, misalnya, parasnya lebih cantik dan tampan dengan pakaian tradisional Sunda.
Adapun pertunjukannya, kata Sayuti, selalu diawali oleh pantun atau petuah. Selama satu jam, petuah itu mengalir diiringi petikan alat musik kecapi. "Biasanya main dari jam 8 malam sampai 3 dinihari," katanya.
Menurut Sayuti, dulu semasa Soma Dimyati masih hidup, pertunjukan wayang golek pantun kerap mengisi acara hajatan dan ruwatan. "Sejak 1985 sudah ramai ditanggap orang," ujarnya. Kelompok itu pernah berkeliling di wilayah Kabupaten Bandung, Garut, Ciamis, Jakarta, dan main di Radio Republik Indonesia.
Kini, wayang golek pantun tersebut dititipkan ke Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan Persatuan Perdalangan Indonesia Tutun Hatta Saputra. Menurut Tutun di Bandung, ia akan menghidupkan lagi permainan wayang tersebut. "Kita akan pelajari dulu cara mainnya," kata dia. Adapun bonekanya, akan ia tawarkan ke pemerintah untuk disimpan di museum.
ANWAR SISWADI