Seluruhnya ada 27 patung yang diterangi lampu neon dari bawah bidang meja itu. Berbentuk sosok orang, mereka tengah duduk bersila sambil bersedekap atau membungkuk.
Itulah Jimat, the series #2. Pada seri pertamanya, 15 jimat lainnya diukir masih berupa sosok orang, tapi dengan bentuk kurus dan jangkung seperti batang korek api.
Karya perupa Toni Kanwa itu banyak menarik perhatian pengunjung sebelum merasakan sepenuhnya suasana ganjil dalam pameran bertajuk Post Psychedelia di galeri B Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Menampilkan karya 11 seniman pilihan dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, pameran itu berlangsung hingga 24 April mendatang.
Tak cuma patung, pameran dengan kurator Agung Hujatnikajennong itu juga menampilkan karya video, lukisan, instalasi, dan fotografi. Semuanya berangkat dari alam bawah sadar atau mimpi, yang tiba-tiba muncul atau sengaja digali dengan bantuan obat-obatan dan minuman beralkohol.
Menurut Agung, pameran ini ingin menjelajahi batas-batas pengertian dan praktik artistik mutakhir lewat budaya psikedelik. Agung sadar, istilah psikedelik gampang dipahami awam sebagai cara negatif yang identik dengan obat-obatan psikotropika. Karya-karya dilahirkan ketika seniman pengusungnya sedang melayang-layang di alam bawah sadar. Padahal tak selalu begitu.
"Saya menganggap bahwa gaya hidup psikedelik sejatinya harus tetap dilihat sebagai gerakan anti-kemapanan, dan pencarian yang filosofis dan terus-menerus terhadap konsep tentang kebebasan,” katanya.
Agung menambahkan, karakter antikekerasan, memuja perdamaian, pengalaman transenden dan spiritualisme Timur merupakan aspek-aspek penting dalam kebudayaan psikedelik.
Selain Toni Kanwa, perupa Aas Rukasa menampilkan dua lukisan abstrak yang berangkat dari spiritualisme transendental dan shamanisme. Adapun S. Teddy, Yani Halim, Irwan Bagja Dermawan, Arisendy Trisdiarto, dan Syagini Ratnawulan, memilih bereksperimen dalam menjelajahi pemikiran dan alam bawah sadar, mimpi, serta fantasi.
Teddy, misalnya, membuat instalasi yang berjudul How to Keep the Secret. Bentuknya seperti kacang tanah raksasa berwarna merah yang digantung. Bagian luarnya digambari dua orang bugil tampak dari belakang yang sedang memeluk karya dari bahan resin itu. Tak cuma tangan, kaki mereka pun memeluk dengan susah payah agar tak tergelincir.
Adapun Ary Sendy Trisdiarto lebih lugas menggambarkan seorang lelaki yang sedang teler, atau bisa juga terlihat seperti orang yang sedang berusaha melawan rasa kantuk hebat. Ada 20 foto berseri ukuran besar yang membuat kondisi antara sadar dan tidak itu jadi terlihat lucu.
Begitu juga Ride-Horny karya Reza “Asung” Afisina. Dalam rekaman video selama 2 menit 38 detik itu, ia bertingkah seperti koboy. Sambil tangan kanannya mengacungkan pistol dan tangan kirinya menggenggam tongkat berkepala kuda, badannya turun naik. Dengan gerakan lambat dan mata sesekali terpejam, puas betul koboy itu menunggangi “kuda” hingga diakhiri oleh senyum mengembang.
Pengamat seni Bambang Sugiharto menyatakan, dunia seni memang tak betah hanya berkubang di wilayah bentuk formal. “Bila hanya sibuk pada bentuk, seni akan mengalami malnutrisi, kurang gizi," kata guru besar filsafat Universitas Parahyangan dan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB itu.
Bambang menilai, seni memang terkait dengan dunia misteri, dunia jiwa, hati, atau ketaksadaran rohani. “Sebab, seni adalah bermacam upaya meraih jiwa kreatif semesta, yang jauh lebih besar dan luas daripada kesadaran pribadi.
ANWAR SISWADI