TEMPO.CO, Bandung - Inspektur Jenderal Chryshnanda Dwilaksana kembali menggelar pameran tunggal karya seninya di Bandung. Bertempat di Galeri Pusat Kebudayaan sejak 3-10 September 2023, pamerannya berjudul Sayap Patah dengan jumlah sekitar 300-an karya. “Kewalahan juga mengaturnya di ruang pameran,” kata kurator Isa Perkasa menjelang pembukaan acara, Minggu 3 September 2023.
Lukisan dan Patung Karya Irjen Chryshnanda Dwilaksana
Tembok galeri, partisi atau panel, dan lantai digunakan untuk menampung pajangan ratusan karya Chryshnanda Dwilaksana yang telah disiapkan sejak 2018. Berbentuk karya mayoritas lukisan, ditampilkan pula beberapa karya patung. Selain itu sapuan warna cat merah kerap disertakan pada kanvas maupun bingkai lukisan dengan gambar berupa sosok figur orang.
Menurut Isa, pameran seni rupa Sayap Patah menyoroti isu pertikaian dan perpecahan di negara ini. Konteksnya juga dikaitkan dengan situasi tahun politik menjelang pemilihan umum 2024. “Karyanya berbicara tentang kesadaran sebagai bentuk perhatian terhadap fenomena realitas sosial, politik, budaya, agama dan kehidupan antarsesama,” ujarnya.
Pada pameran tunggal kedua kalinya di Galeri Pusat Kebudayaan ini menurut Isa, kekaryaan Chryshnanda berbeda dari yang pertama. Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polisi Republik Indonesia itu dinilainya bergaya ekpresionisme dengan objek yang didominasi perempuan. “Pesannya tentang kerentanan negeri yang dianalogikan sebagai ibu pertiwi,” katanya.
Pameran tunggal Inspektur Jenderal Polisi Chrysnanda Dwilaksana di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berjudul Sayap Patah sejak 3-10 September 2023. Foto: TEMPO | ANWAR SISWADI.
Jejak Pameran Tunggal Chrsyhnanda Dwilaksana
Sebelumnya Chryshnanda pernah menghelat pameran tunggal perdananya di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung pada 3-13 Desember 2022. Lukisannya ketika itu bertema soal kematian dengan judul pameran Memento Mori. Temanya terkait dengan peristiwa pandemi Covid-19 yang ikut merenggut nyawa orang-orang terdekat. “Hidup ini pendek sedangkan seni itu panjang atau abadi,” katanya.
Gemar menggambar sejak usia sekolah dasar, lelaki kelahiran Magelang, 3 Desember 1967 itu masuk sanggar seni ketika Sekolah Menengah Pertama. Oleh guru lukisnya, dia diminta untuk berlatih melukis realis selain gaya ekspresif. Namun setalah masuk akademi polisi, Chryshnanda sempat berhenti melukis selama empat tahun. Setelah itu dia menekuni lagi hobi lamanya itu.
Baginya, seni merupakan suatu kekuatan manusia untuk bertahan hidup. Karena itu dia juga menyukai suiseki, bonsai, patung, dan ukiran. Dulu dia pernah belajar membuat patung. Namun karena proses pembuatannya lama dan tangannya pernah terluka oleh pahat, Chryshnanda memutuskan untuk berhenti. Begitu pun seni teater yang pernah dilakoninya semasa Sekolah Menengah Atas.
Pilihan Editor: Bertema Kematian, Jenderal Polisi Gelar Pameran Tunggal Lukisan di Bandung