Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Nominasi Film Pilihan Tempo, Losmen Bu Broto Hadirkan Konflik Keluarga Masa Kini

Reporter

Editor

Mitra Tarigan

image-gnews
Poster film Losmen Bu Broto. Kredit foto: Paragon Pictures
Poster film Losmen Bu Broto. Kredit foto: Paragon Pictures
Iklan

TEMPO.CO, JakartaFilm Pilihan Tempo menjadi salah satu bentuk apresiasi Tempo kepada karya seni peran dan para sineas lewat sejumlah kategori. Beberapa kategori yang hadir dalam Film Pilihan Tempo 2021 adalah kategori film, sutradara, naskah, aktor, artis, serta aktor dan aktris pendukung pilihan Tempo.

Redaksi Tempo sendiri tak meminta para produser untuk mendaftarkan filmnya. Melainkan, Tempo yang aktif merangkum film yang tayang dalam setahun terakhir. Baik itu yang tayang di bioskop komersial, festival film dalam dan luar negeri, maupun di layanan menonton streaming. “Jumlah nominasinya tidak kami patok, karena menyesuaikan diskusi di ruang penjurian yang tahun ini berlangsung daring karena pandemi,” kata salah satu juri dari Redaksi Tempo, Nurdin Kalim pada pertengahan Desember 2021.

Dari puluhan film yang diseleksi, ada 5 film yang masuk nominasi Film Pilihan Tempo, salah satu film yang masuk nominasi adalah Film Losmen Bu Broto. Film garapan Ifa Isfansyah, Eddie Cahyono apik mengangkat berbagai konflik keluarga masa kini. Intip sinopsisnya.

Di sebuah meja makan, banyak “rasa” yang ditumpahkan. Tawa dan air mata, kemarahan, pula penyesalan, berkelindan dalam sebuah perjamuan. Banyak orang percaya bahwa meja makan menyimpan rahasia sebuah keluarga. Ini pula yang meruah di meja makan keluarga dalam film Losmen Bu Broto—area yang menjadi ruang privat di tengah hilir-mudik tamu di penginapan mereka. Sebuah losmen bergaya arsitektur Jawa dengan banyak ornamen retro yang dikisahkan berlokasi di jantung Yogyakarta.

Problem terhidang satu demi satu saat makan malam, bergantian dengan ikan bumbu kecombrang, menu primadona di losmen. Ada pengakuan Jeng Sri (diperankan Maudy Ayunda), si bungsu yang hamil sebelum menikah; ada kepedihan Mbak Pur (Putri Marino), sulung tiga bersaudara yang ditinggal mati pacarnya; dan tentu saja ada kekecewaan yang tertahan dari Bu Broto alias Deborah (Maudy Koesnaedi), ibu mereka. Juga emosi yang tertata rapi dalam tatapan mata Pak Broto (Mathias Muchus).

Bagi penonton generasi 1980-an, tokoh Bu Broto dan ketiga anaknya: Mbak Pur, Tarjo, Jeng Sri, dan Pak Broto adalah idola dan legenda. Mereka adalah wajah serial Losmen yang skenarionya ditulis seniman teater Tatiek Maliyati dan disutradarai Wahyu Sihombing. Pasangan suami-istri itu total mengerjakan 35 episode serial yang tayang selama 4 tahun hingga 1989 tersebut. Pada dekade itu, Losmen juga sempat difilmkan dengan judul Penginapan Bu Broto. Baik serial maupun filmnya diperkuat oleh aktor tersohor seperti Mieke Wijaya, Mang Udel, Dewi Yull, Mathias Muchus, dan Ida Leman.

Trio produser—Pandu Birantoro, Andi Boediman, dan Robert Ronny—mengusungnya ke layar lebar atas nama rindu. Sementara Andi dan Robert penggemar berat serial Losmen saat dulu ditayangkan di TVRI, Pandu mengaku ketagihan saat menontonnya di YouTube. Mereka ingin generasi muda ikut menyecap kehangatan losmen milik Bu Broto dan kuatnya kisah dalam serial itu. Tatiek Maliyati, sebagai pemegang hak cipta Losmen, memberi restu. Ia merelakan gagasannya dibumbui dengan isu yang lebih kekinian, di bawah arahan sutradara Eddie Cahyono (Siti) dan Ifa Isfansyah (Sang Penari). Menurut Tatiek saat dihubungi Tempo via telepon, saat dulu ia mengerjakan naskah serial Losmen, konfliknya juga ia buat relevan dengan situasi ketika itu.

Pandu menjelaskan, pembicaraan untuk memfilmkan Losmen sudah muncul sejak akhir 2018. Tahun berikutnya, ide itu digodok dan pihaknya mulai melakukan pendekatan ke penulis naskah Alim Sudio serta ke Eddie dan Ifa. Bila Ifa dipilih karena dianggap punya sensitivitas dalam menggarap film keluarga, Eddie dianggap dapat menumpahkan inovasi dan warna yang berbeda untuk Losmen Bu Broto. Dua sutradara itu pun sudah pernah berduet saat menggarap film pendek Air Mata Surga (2003). “Keduanya cocok banget, dan pastinya sudah sangat mengenal kultur keluarga Jawa di Yogyakarta,” kata Pandu saat dihubungi pada Jumat, 19 November lalu.

Palet warna terang dengan interior yang meriah begitu melekat sejak kita memasuki Losmen Bu Broto. Kehangatan itu tersuguh di dapur—menghadirkan Mbak Pur yang memasak untuk tamu, sembari guyon dengan pacarnya. Kamera lalu mengajak kita berkeliling ke bagian-bagian losmen, bertemu dengan tamu dengan beragam karakter dan latar belakang kisah. Ada seorang suami yang menunggu istrinya datang, ibu “ambisius” bersama si anak yang lebih senang menjadi pemandu wisata ketimbang kuliah, musikus indie yang sedang “me time” sejenak dari suaminya, juga seniman bergaya tengil yang naksir pada Jeng Sri.

Dari dialog yang melintas pada awal film, kita diberi tahu bahwa para tamu betah berkali-kali menginap di Losmen Bu Broto karena keintiman di sana. Kedekatan dibangun tak hanya lewat kebiasaan makan bersama keluarga Bu Broto dengan tamu, tapi juga welas asih dan kepedulian yang ditunjukkan tak hanya lewat kata, tapi juga sikap. Kelak, model relasi ini tak hanya menjadi jembatan emosional antara tamu dan pengelola losmen, tapi juga meniupkan konflik yang kian runcing menjelang akhir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tampilan keluarga Bu Broto yang njawani di depan para tamu juga menunjukkan pencitraan yang memang umum dalam bisnis. Bahwa apa yang tersuguh di depan tamu, pada akhirnya, adalah imaji yang ingin disuguhkan. Ini pula yang membuat keluarga losmen setia memakai pakaian tradisional sepanjang hari. Sementara Pak Broto mengenakan setelan beskap motif lurik dan blangkon—persis seperti sosoknya di serial Losmen, Bu Broto dan dua putrinya selalu mengenakan kebaya kutubaru dan encim. Rambut Bu Broto pun selalu dipasangi sanggul dan ditata bak priayi Jawa. Adapun Jeng Sri dan Mba Pur menggelung rambut mereka.

Namun, di luar area tamu, mereka kembali menjadi diri sendiri. Ruang privat itu hadir berupa kamar gudang, yang menyimpan memorabilia, juga kenangan yang tak kasatmata. Bila di meja makan konflik silih-berganti terhidang, gudang menjadi ruang aman sekaligus tempat rekonsiliasi yang menenteramkan. Di gudang yang gelap itu pula kita justru bisa melihat lebih terang dan dalam karakter-karakter di Losmen Bu Broto. Narasi tentang mereka yang merasa kecewa, dikalahkan, dikhianati, dan mengalami trauma berkepanjangan, hadir di ruang yang jauh dari hiruk-pikuk ini.

Mathias Muchus adalah satu satu “orang lama” Losmen yang kembali mendapat peran. Namun, bila dia dulu bermain sebagai Tarjo, si anak bungsu kini bermain sebagai “bapaknya”—Pak Broto. Mathias memilih menginterpretasikan ulang sosok Pak Broto. Sosok ayah pencinta ukulele ini tak hanya digambarkan sabar dan tenang, tapi juga cenderung pemaklum bila dibanding istrinya yang dominan. “Dasar karakternya memang sama dengan karakter di serial dulu: sosok pensiunan dengan sindrom pasca-purnajabatan. Namun saya membuat penyesuaian lagi karena Jeng Sri dan Mbak Pur mewakili karakter anak zaman sekarang,” ujarnya.

Kekhasan serial Losmen yang gesekan konfliknya bertumpu pada perbedaan karakter dalam sebuah keluarga hadir pula di Losmen Bu Broto. Kita bakal mendapati perseteruan dan kecemburuan yang biasa terjadi dalam hubungan kakak-adik, tapi pada akhirnya bara itu dapat dipadamkan. Begitu pun bisnis ketimuran, melekat di film ini. Terlihat bagaimana keluarga Bu Broto sempat juga ngos-ngosan karena urusan pengeluaran, tapi tetap ingin menyuguhkan yang terbaik bagi tamunya. “Bisnis Losmen Bu Broto  tidak kaku, tidak mencari untung, ataupun memeras orang yang menginap. Tamu diperlakukan istimewa, seperti menyambut keluarga yang datang dari jauh,” kata Mathias.

Losmen Bu Broto amat rapi menuntun kita menyelami karakter satu per satu. Walau begitu, memang film ini baru berfokus pada dua-tiga orang saja. Karakter Tarjo, serta Pak dan Bu Broto, misalnya, belum diberi porsi sebesar Jeng Sri dan Mbak Pur. Pilihan ini sekaligus membuka kemungkinan Losmen Bu Broto akan dibikinkan sekuel. Film pun ditutup dengan manis, beserta adegan simbolis: penggantian papan nama losmen, dengan visual yang lebih kekinian dan trendi.

Pandu sendiri tak mengelak jika mereka dikatakan sudah punya gambaran untuk mengeksplorasi karakter dan cerita Losmen Bu Broto ke sekuel atau mungkin serial. “Karena bagaimanapun Losmen ini dulu punya banyak episode yang ruang napasnya panjang, bahkan untuk karakter pendukungnya sekalipun,” tuturnya.

Baca: Film Pilihan Tempo Hadir Kembali, Ini Nominasinya

ISMA SAVITRI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Glenn Fredly The Movie: Momentum Setelah Opname hingga Pengisi Vokal dalam Film

15 jam lalu

Glenn Fredly The Movie. Dok. Poplicist Publicist
Glenn Fredly The Movie: Momentum Setelah Opname hingga Pengisi Vokal dalam Film

Film drama biopik Glenn Fredly The Movie mulai tayang di seluruh bioskop Indonesia pada Kamis, 25 April 2024


Sinopsis The Fall Guy yang Dibintangi Ryan Gosling

1 hari lalu

Ryan Gosling dalam film The Fall Guy. Dok. Universal Pictures
Sinopsis The Fall Guy yang Dibintangi Ryan Gosling

The Fall Guy film aksi stuntman produksi Universal Pictures yang tayang di bioskop Indonesia, pada Rabu, 24 April 2024


Bamsoet Dukung FKPPI Produksi Film Anak Kolong

2 hari lalu

Bamsoet Dukung FKPPI Produksi Film Anak Kolong

Bambang Soesatyo mengungkapkan, keluarga besar FKPPI akan segera memproduksi atau syuting film "Anak Kolong".


Hari Kartini, Sosiolog Ungkap Masalah yang Masih Dialami Perempuan

5 hari lalu

Ilustrasi keluarga memasak bersama. Freepik.com
Hari Kartini, Sosiolog Ungkap Masalah yang Masih Dialami Perempuan

Hari Kartini merupakan momentum refleksi masih banyak persoalan terkait perempuan dan anak. Ini harapan sosiolog.


Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

8 hari lalu

The Beatles. Foto: Instagram/@thebeatles
Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

Buku tentang The Beatles diluncurkan menjelang rilis ulang film Let It Be


Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

10 hari lalu

Cuplikan trailer Next Stop Paris, film hasil AI Generatif buatan TCL (Dok. Youtube)
Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

Produsen TV asal Cina, TCL, mengembangkan film romantis berbasis AI generatif.


7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

11 hari lalu

Poster film The Green Knight. Foto: Wikipedia.
7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

Film fantasi yang terinspirasi dari cerita legenda dan dongeng, ada The Green Knight.


7 Tips Ajak Anak Pola Makan Sehat

12 hari lalu

Ilustrasi makanan sehat. (Canva)
7 Tips Ajak Anak Pola Makan Sehat

Kebiasaan makan yang buruk dapat berdampak negatif pada kesehatan anak. Simak 5 tips anak ajak pola makan sehat


8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

14 hari lalu

Mansion di film The Godfather (Paramount Picture)
8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

Untuk menemani liburan Idul Fitri, Anda bisa menonton deretan film terbaik sepanjang masa berdasarkan rating IMDb berikut ini.


Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

15 hari lalu

Aktor Christian Bale menghadiri pemutaran perdana film terbarunya, `Exodus:Gods and Kings` di Madrid, Spanyol, 4 Desember 2014. REUTERS
Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

Christian Bale menjadi monster Frankenstein dalam film The Bridge karya Maggie Gyllenhaal