TEMPO Interaktif, Jakarta: Memandangi lukisan Paz Molina yang imut-imut seakan diajak ke kebun sayuran. Pasalnya, guratan cat minyaknya bertema akar-akar tanaman. Sebuah filosofi hendak disampaikan seniman asal Cili ini.
Lukisan tersebut seolah mengingatkan kembali manusia akan originalitasnya sebagai makhluk hidup berupa tradisi, budaya, dan alam tempat manusia berpijak. "Karena globalisasi, manusia seakan lupa dengan elemen dasarnya yang menyatu dengan alam," ujar Paz Molina dalam selebaran pameran.Karya-karya Paz Molina dipamerkan dalam tajuk "Hidden Structures" di Taman Ismail Marzuki hingga 24 Agustus mendatang. Ini bagian dari Festival JakArt 2008 yang berlangsung selama Agustus.
Serat-serat akar yang halus dibentuk Molina dengan campuran tinta dan air. Begitu kedua zat tersebut menyatu, berpendarlah warna-warna tinta dalam serat-serat kertas, memunculkan serat-serat akar yang halus.
Tanaman yang hendak diilustrasikannya pastilah berukuran kecil. Dengan ukuran kanvas yang tak lebih dari bingkai foto berukuran 10-R, ia hanya menggambar bagian tertentu, semisal akar, buah, atau daun. Dengan warna-warna yang lembut dan garis yang tak tegas, Molina hendak memancarkan sebuah kelembutan dari alam.
"Alam merupakan bagian dari jalannya kehidupan," ujarnya. Bukan cuma warna-warna lembut yang dihadirkan Molina, ia juga merangkai sejumlah lukisan dalam hitam-putih.
Bagi yang berjiwa tenang dan lembut, memandang karya Molina memang mengasyikkan. Tapi jika punya jiwa yang cenderung dinamis dan berambisi, mungkin akar-akar dari Cili ini terasa membosankan.
Perupa lulusan Fakultas Seni Universitas Katolik Cili (2004) ini sudah mendalami seni lukis sejak 1999. Ia belajar menggurat di atas kanvas pertama kali bersama perupa Marisa Crimmi di Roma, Italia.
Keikutsertaannya dalam pameran seni lukis akhirnya sampai ke Indonesia. Sebelumnya, Molina berpameran di Cili, (Umbrales Exhibition 2005), di Argentina (Collective Exhibition 2004), dan Italia (Italian Artists Copias de Autor 2002).
Aguslia Hidayah