TEMPO.CO, Jakarta - Jika kamu mengira pementasan teater melulu ditampilkan di atas panggung atau tempat khusus, ada baiknya kamu mengenal kelompok teater yang satu ini. Namanya Teater Pandora. Mereka bisa pentas di mana saja, bahkan di lokasi yang tidak kamu sangka sama sekali.
Baca: Teater Tujuh Unjuk Kehebatan Akting Para Pemain Tuli
Seperti yang dirasakan Tempo beberapa waktu lalu. Sekitar pukul 19.30, suasana di Hatchi Bar mendadak sunyi. Musik hip-hop yang biasanya mengalun dan lampu berpendar-pendar langsung senyap. Para pengunjung bar heran. Mereka saling menatap, apa gerangan yang terjadi. Begitu pula dengan bartender yang sebelumnya sibuk meracik minuman. Mereka jadi patung.
Kemudian terdengar langkah terburu-buru. Tampak seorang pria berjalan bergegas hingga membuat suara gaduh. Lampu menyorot tubuhnya. Lelaki itu kemudian berhenti di sudut bar dan bicara sendiri tentang kegalauan hatinya. Tampaknya dia sedang dilanda masalah rumah tangga.
Kisah Samara yang dibawakan oleh Teater Pandora di Hatchi Bar, Pondok Indah, Jakarta. (Dok. Teater Pandora/Nino Nirmolo)
Tanpa sadar seluruh pengunjung bar mengikuti kisah pria bernama Samudra yang diperankan oleh Bagoes Ade. Dialah pemeran utama dalam lakon Samara. Inilah yang menjadi ciri pertunjukan Teater Pandora. Tak perlu prolog, tanpa panggung dan layar pembuka, serta tiada berjarak dengan penonton, mereka berhasil menyusup dan mengemas sebuah kisah dengan berbeda.
"Kami ingin mengedukasi penonton, bahwa setiap ruang bisa disulap menjadi tempat pementasan teater. Tidak melulu di atas panggung. Bahkan penonton bisa terlibat dalam pertunjukkan ini," ujar Sutradara Teater Pandora, Yoga Mohamad kepada Tempo, Jumat 15 Februari 2019.
Bar yang terletak di kawasan Pondok Indah ini, tentunya tidak seluas gedung pementasan yang dapat menampung ratusan orang. Hatchi Bar, hanya mampu menampung tidak lebih dari seratus orang. Namun, Teater Pandora berhasil menyulap bar menjadi ruang untuk pelakon dan menciptakan keintiman tersendiri pada penonton.
Yoga menjelaskan, cerita Samara merupakan adaptasi dari naskah teater yang berjudul The Lover. Naskah tersebut ditulis oleh Harold Pinter pada 1962 dan diterjemahkan ulang oleh Teater Pandora menjadi kisah Samara. Lakon ini menceritakan permasalahan rumah tangga kaum urban dan dikemas melalui musik dan dialog yang memikat.
Baca juga: Pertunjukan Teater Pertama Kaum Nudis Ada di Paris
Selain Samudra, tokoh yang berperan penting dalam cerita ini ialah Lara. Seorang wanita muda yang sedang mengalami kejenuhan dalam pernikahannya. Lakon itu diperankan oleh Margareta Marisa. Dengan gemulai, dia menyihir penonton untuk mengikuti alur emosi naik dan turun yang dibuat oleh Lara.
Cerita percintaan, perselingkuhan, memiliki animo yang besar dalam pentas seni peran. Hal itu, berdasarkan lonjakkan penonton Samara yang terus meningkat. "Ini merupakan pementasan Samara yang kedua, dalam waktu dua jam penjualan tiket langsung habis," ujar Yoga.
Kisah Samara yang dibawakan oleh Teater Pandora di Hatchi Bar, Pondok Indah, Jakarta. (Dok. Teater Pandora/Nino Nirmolo)
Samara merupakan pementasan trilogi yang dibawakan oleh Teater Pandora. Sekuel berikutnya, kata Yoga, akan dipentaskan di ruang yang berbeda dari pementasan sebelumnya yang dibuat di bar. Tak menutup kemungkinan melibatkan penonton lebih dalam pada tiap pementasan yang dibawakan oleh Pandora.
Pertunjukan di Hatchi Bar, merupakan pementasan terakhir Kisah Samara. Nantinya, cerita ini akan dibawakan di ruang-ruang yang berbeda. "Penonton akan selalu merasakan pengalaman yang berbeda di tiap pementasan Pandora," tutur Yoga.
Selain kisah Samara, dalam waktu dekat Teater Pandora akan menampilkan ludruk, pementasan yang jauh beda dengan cerita percintaan Samudra dan Lara. Mereka akan tampil di Balai Sarwono, Kemang, Jakarta Selatan pada 24 Februari 2019.
Ludruk berjudul Suto Mencari Jabatan, menurut Yoga, menjadi representatif dari keadaan politik saat ini. Sebagaimana ludruk, maka pertunjukan dikemas dengan humor untuk meregangkan ketegangan dalam konteks Pemilu April 2019.