Tampil di Google Doodle, Ini 7 Fakta Sang Sastrawan Sapardi Djoko Damono
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Senin, 20 Maret 2023 21:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Senin, 20 Maret 2023, Google memperingati hari ulang tahun sang sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Damono lewat doodle. Dikutip melalui Ensiklopedia Kemendikbud, Sapardi Djoko Darmono merupakan salah satu tokoh sastrawan paling berpengaruh di Indonesia dan dikenal lewat karya-karyanya yang dibukukan sejak tahun 1969 hingga 2003.
Untuk mengetahui sosok Sapardi Djoko Darmono yang hadir di Google Doodle hari ini, berikut merupakan 7 fakta yang digali lewat berbagai sumber.
1. Hidup Selama 80 Tahun
Sapardi Djoko Darmono lahir sebagai anak pertama pada 20 Maret 1940 di Surakarta, Jawa Tengah. Kedua orang tua Sapardi Djoko bernama Sadyoko dan Sapariah. Sapardi Djoko Damono menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai 2 orang anak, yaitu Rasti Sunyandan dan Rizki Henriko. Sapardi Djoko Darmono menutup usia pada 19 Juli 2020 pada usia 80 tahun.
2. Menempuh Pendidikan di Dalam dan Luar Negeri
Sastrawan sekaligus aktivis ini pernah berkuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan mengambil konsentrasi jurusan Sastra Inggris. Selain itu, dikutip melalui American Indonesian Exchange Foundation (AMINEF), Sapardi Djoko Damono pernah mendalami ilmunya soal kemanusiaan di University of Hawaii pada 1970-1971. "Yang aku pikirkan dan sadari adalah edukasi tinggi bebas dari menyesuaikan diri, dan tidak ada niat untuk standarisasi struktur atau kurikulum," ujarnya dikutip dari AMINEF.
3. Aktif Sebagai Dosen
Melansir dari Ensiklopedia Kemendikbud, selama perjalanan karirnya, Sapardi Djoko tidak hanya menjadi sastrawan, tetapi juga mendedikasikan diri sebagai tenaga pengajar di beberapa universitas, seperti IKIP Malang Cabang Madiun (1964-1968), dan Universitas Diponegoro (1968-1973), Universitas Indonesia (1974-pensiun). Memasuki masa pensiun, Sapardi Djoko Damono masih diberikan tugas sebagai promotor dan penguji di beberapa univesitas, termasuk sebagai konsultan Badan Bahasa.
4. Karya sebagai Sastrawan
Sapardi Djoko Darmono termasuk dalam sastrawan tahun 70an. Dikutip dari Ensiklopedia Kemendikbud, Sapardi membukukan karya sastranya dalam buku yang berjudul, Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Akuarium (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arlojo (1998), Ayat-ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro (2003).
5. Penghargaan dalam Bidang Sastra
Penulis buku Sosiologi Sastra ini mendapatkan berbagai penghargaan di kancah Internasional dan lokal. Pada 1963, Sapardi Djoko mendapatkan hadiah Majalah Basis berkat puisi Ballada Matinya Seorang Pemberontak, kemudian pada 1978 dirinya mendapatkan penghargaan Cultural Award dari Pemerintah Australia, lalu pada 1983 berhasil meraih hadiah Anugerah Puisi-Puisi Putera II dari Malaysia berkat bukunya yang berjudul Sihir Hujan.
Tak berhenti di situ, Sapardi Djoko Darmono juga mendapatkan penghargaan pada 1984 dari Dewan Kesenian Jakarta berkat bukunya yang berjudul Perahu Kertas. Selain itu, pada 1985 dirinya menerima Mataram Awards, pada 1986 mendapatkan hadiah Sastra ASEAN dari Thailand, pada 1990 meraih Anugerah Seni dari Departeme Pendidikan dan Kebudayaan.
Lalu, pada 1996 mendapatkan Kalyana Kreta dari Menristek RI, kemudian paada 2003 mendapatkan penghargaan The Achmad Bakrie Award for Literature, setahun setelahnya pada 2004 mendapatkan Khatulistiwa Award, dan pada 2012 mendapatkan penghargaan dari Akadem Jakarta.
6. Aktif Kelembagaan
Disamping menjadi dosen dan sastrawan, Sapardi Djoko Damono masih menyempatkan diri untuk aktif dalam kelembagaan di Indonesia. Menurut Ensiklopedia Kemendikbud, Sapardi pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia (1973-1980), redaktur Majalah Sastra Horison (1973), Sektretaris Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (1975), anggota Dewan Kesenian Jakarta (1997-1999), anggota redaksi Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia (1983), anggota Badan Pertimbangan Perbukuan Balai Pustaka, Jakarta (1987), Sekretaris Yayasan Lontar, Jakarta (1987), dan Ketua Pelaksana Pekan Apresiasi Swasta (1988).
7. Penerjemah Sastra Asing
Sapardi Djoko Damono turut menerjemahkan karya Asing ke dalam bahasa Indonesia, seperti Lelaki Tua dan Laut (The Old Mand and the Sea, Hemingway), Daisy Manis (Daisy Milles, Henry James), Puisi Brasilia Modern, George Siferis, Pusisi Cina Klasik, Shankuntala, dan masih banyak lagi.
Itu dia ketujuh fakta tentang sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Darmono. Sajak indah dan ilmu yang dibagikan lewat buku penting buatanny masih tetap dikenang hingga akhir hayatnya.
Pilihan Editor: Mengenang Setahun Sapardi Djoko Damono Berpulang
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
GABRIELLA AMANDA | ENSIKLOPEDIA KEMENDIKBUD | AMINEF