Nominasi Nobel Hadir di Forum Penulis Asia Kazakhstan
Reporter
Seno Joko Suyono
Editor
Rini Kustiani
Jumat, 6 September 2019 10:57 WIB
TEMPO.CO, Kazakhstan - Nur-Sutan bersinar. Lebih dari 300 sastrawan dari 38 negara Asia selama tiga hari, mulai Rabu sampai Jumat, 4 - 6 September 2019, memenuhi undangan Kazakhstan Writer's Union di ibu kota Kazakhstan. Mereka menghadiri The First Forum of Asian Countries’ Writers atau Forum Penulis Asia Pertama yang berlangsung di Nur Sultan.
Sejumlah undangan yang hadir antara lain sastrawan nominasi penghargaan Nobel Sastra asal Asia seperti Ko Un dari Korea Selatan (kandidat nobel sastra 2016) dan Mand-Ooyo Gombojav dari Mongolia (kandidat nobel sastra 2006). Hari pertama forum berlangsung di gedung megah Congress Centre.
Pidato pembukaan Presiden Kazakhstan Kassym-Zhomart Tokayev di Congress Cetre mengesankan para novelis dan penyair Asia. Tokaev mengumandangkan fase baru Asia. "Di masa lalu, Asia penuh peradaban-peradaban besar India, Cina, Mesir dan sebagainya. Kini nilai-nilai Asia diuji di tingkat global."
Pada hari pertama, sebanyak 12 pembicara kunci membicarakan posisi sastra Asia dan persoalan-persoalan dunia sekarang. Selain Ko Un dan Mand-Ooyo, yang tampil adalah Moza al-Maliki (Qatar), Anar Rasyl Rzaev (Azerbaijan), Amar Mtra (India), Oljas Suleimenov (Kazakhstan), Yusef al-mohammad (Saudi Arabia), Muhammad Haji Saleh (Malaysia) Ibrahim Nasralia (Yordania), Anatoli Kim (Kazakhstan), Yakup Omeroglu (Turki), dan Tolen Abdik (Kazakhstan).
Ko Un membuka pidatonya dengan kalimat metaforik menarik yang mengingatkan kebudayaan pengembara stepa Kazakhstan, 'Saya tidak punya kuda, tapi saya punya pelana'. Ko Un percaya bahwa sastra Asia makin lama akan makin penting di masa depan. Sementara Mand Ooyo mengingatkan bagaimana berbagai negara Asia sesunguhnya memiliki tradisi persajakan sendiri. "Jepang memiliki haiku. Juga Cina, Persia, Mongolia memiliki estetika perpuisian sendiri yang kuat," kata dia. Akan halnya Amar Mitra menekankan pentingnya mitologi-mitologi Asia diolah kembali sebagai sumber penciptaan.
Bertempat di Nomad City Hall, pada Kamis, 5 September 2019, diisi dengan Asian Literature Talks. Sebelas sastrawan diminta menyampaikan pikiran-pikirannya tentang estetika. Di antaranya Mekhmed Nuri Parmaghsy (Turki), Saud Al-sanousi (Kuwait), Khisham Bustani (Jordan), Gun Azhavin Ayurzana (Mongolia).
Sastrawan Indonesia, novelis Habiburrahman El Shirazy yang menghadiri forum ini mengatakan isu besar yang dia tangkap adalah bagaimana sastra yang teralienasi berusaha diajak kembali untuk terlibat dalam persoalan-persoalan masyarakat.
"Saya tertarik dengan pidato Ibrahim Nasralia. Secara kewarganegaraan dia Yodarnia. Namun sebetulnya dia berasal Palestina. Dia mengatakan ketika pulang ke Palestina, dia melihat banyak desa di Palestina dicabut akar kebudayaannya diganti dengan nama-nama Israel. Ini ironis," kata lulusan Al Azhar Mesir tersebut.
Habiburrahman El Shirazy sempat berbincang dengan sastrawan Arab Yusef al Mohammad. Sastra Arab, menurut Yusef, kini di persimpangan jalan. Arab sedikit demi sedikit mulai terbuka tapi sastra masih belum bisa melangkah lebih jauh. Sementara Anton Kurnia, pengamat dunia perbukuan yang juga diundang, mengatakan penerjemahan menjadi agenda bersama. "Kehadiran sastra Asia di tingkat global makin lama makin dianggap bermakna. Pemenang Booker Prize Internasional juga pernah dari Korea," katanya.
Selama dua hari, ratusan sastrawan diajak mengenal lebih dekat Nur Sultan. Semenjak 1997, Kazakhstan memindahkan ibu kotanya dari kota Almaty ke Nur Sultan. Nur Sultan penuh gedung-gedung berarsitek kontemporer yang didesain arsitek ternama dunia. Para sastrawan diajak mengunjungi mulai Menara Bayterek Tower yang merupakan simbol baru ibu kota Kazakhstan sampai Masjid Hazrat Sultan, yang bisa menampung lebih dari 10 ribu jemaah.
Para sastrawan juga dijamu menikmati opera megah yang mengangkat kisah Birjan-Sara, semacam tragedi Romeo- Juliet ala Kazahstan di gedung opera Astana Opera. The First Forum of Asian Countries’ Writers ditutup pada Jumat malam, 6 September 2019. Karpet merah digelar di Nomad City Hall. Target forum ini adalah terbentuknya Association of Writer’s unions of Asian Countries dan Internasional Komite yang mengorganisasi Forum of Asian Writers.