Ciri Puisi Rendra: Ada Bait Cinta yang Dipadukan Kritik Sosial

Rabu, 4 September 2019 08:07 WIB

Foto File: W.S Rendra membaca puisi dalam konser Suluk Hijau di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2008. TEMPO/Dimas Aryo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Dua puisi karya penyair legendaris Indonesia, WS Rendra dibacakan oleh novelis Kedung Darma Romansha. Ia membacakan Sajak Sebatang Lisong dan puisi pendek berjudul Sajak Joki Tobing untuk Widuri dalam acara Mengenang 10 Tahun Setelah WS Rendra Tiada di ajang Kampung Bauku Jogja 2019 di gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosumantri (PKKH) Universitas adjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Senin, 2 September 2019.

Rupanya ada kegelisahan dari penulis novel Telembuk: Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat itu sehingga memilih dua sajak romansa Rendra. Gelisah lantaran puisi-puisi cinta yang dibuat kebanyakan penyair masa kini sebatas berisi kata-kata rayuan gombal. Dalam istilah Rendra, puisi yang terlalu banyak anggur dan rembulan.

“Seolah-olah ketika menulis puisi, kondisi negara sedang baik-baik saja,” kata Kedung saat ditemui Tempo usai pembacaan puisi di PKKH UGM Yogyakarta, Senin, 2 September 2019.

Berbeda dengan puisi Rendra atau penyair pada masanya yang meskipun menulis bait-bait sajak cinta, tetapi tetap berisi kritikan pada kondisi sosial politik yang ada. Seperti Sajak Joki Tobing untuk Widuri yang ditulis Rendra pada 9 Mei 1977.

Dengan latar belakang gubug-gububg karton, aku terkenang akan wajahmu. Di atas debu kemiskinan, aku berdiri menghadapmu. Usaplah wajahku, Widuri. Mimpi remajaku gugur di atas padang pengangguran. Ciliwung keruh, wajah-wajah nelayan keruh, lalu muncullah rambutmu yang berkibaran. Kemiskinan dan kelapan, membangkitkan keangkuhanku. Wajah indah dan rambutmu menjadi pelangi di cakrawalaku.

Advertising
Advertising

“Meskipun melihat perempuan, tetap teringat pada kemiskinan dan kelaparan,” kata Kedung mengomentari puisi itu.

Penyair Kedung Darma Rhomansa saat tengah membacakan dua puisi karya WS Rendra dalam acara 10 Tahun setelah WS Rendra Tiada di sela agenda Kampung Buku Jogja 2019 di PKKH UGM Yogyakarta, Senin, 2 September 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Ia pun mengamini, masa bapak sebelas anak ini memang berbeda dengan kekinian. Namun persoalan kesenjangan sosial, politik dan ekonomi masih terus berlangsung dan nyata hingga saat ini. Apatisme isi puisi yang ditulis penyair milenial, menurut Kedung karena pengaruh media sosial yang menjadikan eksistensi menjadi utama ketimbang menyuarakan kondisi sosial di sekitarnya. Penyair lebih suka menulis puisi dengan pilihan kata atau pun kutipan yang lagi hits, melankolis, sekedar untuk membuatnya eksis, terkenal karena mempunyai banyak followers. Berbeda dengan Rendra yang menjadi besar karena karya-karyanya.

“Enggak apa-apa sih, bermedsos tidak dilarang. Tapi apakah harus dengan kutipan yang menye-menye untuk membuat termehek-mehek?” kata Kedung mengkritik.

Salah satu cara untuk menjadikan puisi yang dibuat lebih berisi, menurut Kedung adalah menyadarkan para milenial, bahwa dunia medsos adalah dunia fiksi. Sedangkan mereka hidup di dunia nyata sehingga harus peka terhadap segala kondisi sosial, politik dan ekonominya.

“Untuk teman-teman, mari membaca puisi-puisi Rendra. Hindari sejenak puisi yang penuh dengan anggur dan rembulan,” kata Kedung mengakhiri.

Berita terkait

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

6 hari lalu

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

Penyair Joko Pinurboatau Jokpin identik dengan sajak yang berbalut humor dan satir, kumpulan sajak yang identik dengan dirinya berjudul Celana.

Baca Selengkapnya

Joko Pinurbo di Mata Rekan Penulis: Ramah dan Cerdas

6 hari lalu

Joko Pinurbo di Mata Rekan Penulis: Ramah dan Cerdas

Sejumlah teman sejawat membagikan kesan mereka terhadap sosok Joko Pinurbo yang dikenal cerdas, suka membantu, dan ramah.

Baca Selengkapnya

Mengenang Kepergian Joko Pinurbo, Berikut 5 Puisi Karyanya yang Perlu Disimak

6 hari lalu

Mengenang Kepergian Joko Pinurbo, Berikut 5 Puisi Karyanya yang Perlu Disimak

Selain meninggalkan istri dan dua anak, Joko Pinurbo meninggalkan warisan karya-karya puisi. berikut beberapa di antaranya.

Baca Selengkapnya

Berpulang Sehari sebelum Hari Puisi Nasional, Berikut Perjalanan Kepenyairan Joko Pinurbo

6 hari lalu

Berpulang Sehari sebelum Hari Puisi Nasional, Berikut Perjalanan Kepenyairan Joko Pinurbo

Nama Joko Pinurbo mulai dikenal luas saat menerbitkan buku antologi puisi Celana pada 1999.

Baca Selengkapnya

Kenang Joko Pinurbo: Kepedulian terhadap Perempuan dan Kelompok Marginal

6 hari lalu

Kenang Joko Pinurbo: Kepedulian terhadap Perempuan dan Kelompok Marginal

Joko Pinurbo memiliki jiwa sosial yang tinggi termasuk terhadap perempuan dan kelompok marginal, termasuk saat masa pandemi.

Baca Selengkapnya

Joko Pinurbo Wafat, Novelis Okky Madasari : Karyanya Diam-diam Soal Perlawanan

7 hari lalu

Joko Pinurbo Wafat, Novelis Okky Madasari : Karyanya Diam-diam Soal Perlawanan

Penulis Okky Madasari mengungkapkan duka atas kepergian sastrawan Joko Pinurbo

Baca Selengkapnya

Sastrawan Joko Pinurbo Wafat, Istri : Saya Belum Siap

7 hari lalu

Sastrawan Joko Pinurbo Wafat, Istri : Saya Belum Siap

Keluarga sastrawan Joko Pinurbo alias Jokpin tampak begitu terpukul atas berpulangnya sang penyair pada usia 61 tahun, Sabtu pagi 27 April 2024 di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Penyair Joko Pinurbo Meninggal, akan Dimakamkan di Sleman

7 hari lalu

Penyair Joko Pinurbo Meninggal, akan Dimakamkan di Sleman

Penyair Joko Pinurbo meninggal pada usia 61 tahun karena sakit.

Baca Selengkapnya

Aktivis Palestina Meninggal karena Kanker, 38 Tahun Mendekam di Penjara Israel

26 hari lalu

Aktivis Palestina Meninggal karena Kanker, 38 Tahun Mendekam di Penjara Israel

Walid Daqqah, seorang novelis dan aktivis Palestina yang menghabiskan 38 tahun di penjara Israel, meninggal pada Minggu karena kanker

Baca Selengkapnya

Jurnalis dan Novelis Senior, Parakitri T. Simbolon Meninggal dalam Usia 76 Tahun

40 hari lalu

Jurnalis dan Novelis Senior, Parakitri T. Simbolon Meninggal dalam Usia 76 Tahun

Jurnalis sekaligus novelis senior, Parakitri T. Simbolon meninggal dalam usia 76 tahun pada 24 Maret 2024 dan akan dikremasi besok.

Baca Selengkapnya