TEMPO Interaktif, Jakarta - Banyak cara untuk mengucapkan terima kasih. Salah satunya melalui seni pertunjukan yang menghibur. Inilah yang dilakukan Ryouji Nakamura. Lewat sajian Muscle Legend yang digelar di Teater Jakarta, 22-24 September lalu, dia ingin mengucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia atas dukungan bantuannya bagi rekonstruksi gempa dahsyat yang terjadi di wilayah timur Jepang.
Muscle Legend merupakan pertunjukan akrobatis tanpa dialog yang melibatkan para atlet. Pertunjukan musikal Jepang yang diadaptasi dari sebuah pertunjukan televisi tentang adu ketangkasan para mantan atlet itu mulai dikenal di Jepang pada 2001 dengan sebutan muscle musical. Sebagai pertunjukan musikal asli yang pertama di Jepang, muscle musical bertujuan memberi semangat dan keberanian kepada banyak orang, dari anak-anak hingga orang tua.
Baca Juga:
Di Jakarta, pertunjukan ini disuguhkan kelompok Nakamura Japan Dramatic Company yang didirikan oleh Ryouji pada 2007. Pertunjukan yang melibatkan 15 pemain dan 10 kru itu merupakan bagian dari acara Japan Matsuri 2011 yang berlangsung pada 18-25 September 2011. Memadukan seni pertunjukan teater, akrobat, musik, dan olah tubuh yang memparodikan aneka jenis kegiatan olahraga, seperti lompat tali, sumo, bulu tangkis, hingga karate, pertunjukan bertajuk Kizuna--ikatan persahabatan--itu tak sekadar menghibur, tapi juga melibatkan penonton untuk ikut "bergerak".
Dalam salah satu atraksi, misalnya, para pemain mengajak penonton menyanyikan lagu tradisional Jepang, Omatsuri Mambo, sambil menari dengan gerakan yang dinamis. Dipandu pembawa acara, sebelumnya para penonton diminta mengikuti satu per satu gerakan yang dicontohkan lima penari. Selanjutnya, kegembiraan mengalir ke seluruh bangku penonton. “Tugas kami memberikan kebahagiaan dan semangat kepada penonton dan itu lebih mudah disampaikan lewat gerakan olahraga,” kata Ryouji, konseptor dan sutradara, seusai pertunjukan.
Selama lebih dari dua jam, dalam pertunjukan dua babak--diselipi jeda selama 15 menit--itu, para pemain, dengan kecepatan laiknya jet coaster, menampilkan 30 atraksi yang energetik sekaligus jenaka. Lihatlah ketika tiga pemain yang mengenakan kostum badut ala pemain sumo yang berbadan tambun, kesulitan naik ke atas panggung. Atau ketika para pemain menyuguhkan pertunjukan musik Kenban Kun yang membagi anggota kelompok menjadi dua bagian sebagai tuts piano putih dan hitam. Ekspresi para pemain yang kelelahan lantaran harus bergerak (seperti gerakan push-up) sesuai dengan nada yang ditekan sang pianis pun mengundang gelak tawa penonton.
Tak hanya di atas panggung, para pemain juga tak segan-segan membaur ke tengah-tengah bangku penonton. Suasana makin meriah ketika Hitoshi Honma menyanyikan lagu Bengawan Solo dalam dua versi, Indonesia dan Jepang. "Kami pikir akan sangat bagus jika dapat menampilkan pertunjukan yang sesuai dengan budaya Indonesia. Terlebih jika dapat menggunakan bahasa Indonesia dalam pertunjukan," ujar Ryouji yang menyiapkan pertunjukan ini sekitar satu setengah bulan.
NUNUY NURHAYATI