TEMPO Interaktif, Jakarta - Mereka duduk bersimpuh dengan rapi. Berjajar saling merapat satu dengan yang lainnya. Lima belas penari perempuan membawakan tari Rampai Aceh dalam balutan baju kurung biru dan merah muda saling berseling.
Mereka menepuk-nepuk dada, tangan dan paha dengan tempo yng makin cepat. Di depan, duduk seorang pengaba yang melantunkan syair-syair. Penri-penari itu patuh dengan tempo dalam syair itu. Makin cepat gerakan, tentu makin sulit tubuh mengontrol keseragaman gerak. Tetapi mereka berhasil melewatinya. Begitu gerakan berhenti, riuh tepuk tangan penonton memenuhi Gedung Kesenian Jakarta pada Ahad (5/6) malam lalu.
Baca Juga:
Ya, komunitas tari Shivanataraja, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia bersama grup musik perkusi Kunokini menggelar pentas pamit Shivanataraja Tatap Dunia Bersama Kunokini. Mereka, delapan belas penari perempuan dan tujuh pemusik, akan melakukan Misi Budaya Tur Eropa 2011 ke Belanda dan Jerman pada Juni hingga Agustus mendatang.
Tari Rampai Aceh ini hanya satu diantara beberapa tari tradisional yang ditampilkan. Karya cipta koreografer Benny Krisnawardi dan Euis Krisnawardi ini adalah gabungan tari tradisi Aceh, Saman dan Seudati. Tak ada musik disitu. Mereka hanya menengarai syair-syair yang dilantunkan pengaba dan tepukan anggota tubuh penari.
Ada juga tari Pakarena dari Sulawesi. Tari ini biasa dipersembahkan untuk kalangan bangsawan di Makasar. Tetapi sekarang, tari ini digunakan untuk menyambut tamu-tamu kehormatan.
Kunokini, dengan beberapa alat perkusinya mengiringi tarian ini dengan tone yang sangat rampak. Sudah menjadi ciri khas tarian ini bahwa karakter gerak tari dan musik yang mengiringi akan berkebalikan. Gerakan tari yang lembut dihadapkan dengan tabuhan alat-alat perkusif yang riuh.
Setelah tari daerah Makasar, mereka mempersembahkan tari Deguq Joa dari Kalimantan. Tari ini tak lain adalah bahasa dari suku pedalaman Kersik Luwai, Kutai, Kalimantan Timur yang berarti nyanyian hutan lebat.
Karya tari teatrikal juga dihadirkan di sini. Lima penari wanita membawakan Gebyar Nyai dari Betawi. Sebutan 'Nyai' adalah penghormatan bagi perempuan yang tak diketahui namanya. Dalam tarian ini menceritakan polah tingkah sekumpulan remja putri menghadapi hajatan. Mereka mempersembahkan karya ini seperti lenong saja.
Tak sulit bagi Kunokini untuk mengiringi tarian-tarian tradisional itu. Apalagi tarian-tarian tersebut sudah dikemas menjadi kreasi baru dengan idiom-idiom tradisional tari yang masih nampak.
Di sela antara jeda tarian satu dengan berikutnya, Kunokini juga mempersembahkan beberapa repertoar perkusinya. Mereka membawakan 3 lagu, yaitu Soldier, Indo Baru dan Rasa Sayange.
Misi budaya ini tak lain untuk memenuhi undangan beberapa festival folklor bertaraf internasional. Diantaranya adalah Op Roakeldais, Warffum, Belanda; Hahnentanz-Folkore festival Volkstanzgruppe Suben, Jerman; Europaisches Folklore - Festival Bitburg, Jerman ; Melick, Jermn dan International Folklore Festival Zeeland, Belanda. Bravo untuk Shivanataraja dan Kunokini...
Ismi Wahid