Film dokumenter ini menjadi bahan nonton bareng dan diskusi di aula St Yohanes , Gereja Katedral pada Senin malam, 14 Agustus 2017. Acara ini merupakan rangkaian kegiatan Kerjasama Lintas Iman Untuk Toleransi dan Binadamai Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Paramadina. Ihsan Ali Fauzi (Direktur Pusad Paramadina) dan Martin Lukito Sinaga (pengajar Sekolah Tinggi Teologi Jakarta) menjadi pembicara dalam diskusi ini.
Dalam diskusi ini, Ihsan memaparkan beberapa literatur dan hal-hal yang menjadi unsur jalan rekonsiliasi yang ditempuh kedua belah pihak. Menurutnya rekonsiliasi di Nigeria ini bisa terwujud karena masing-masing pihak membuka pintu maaf, dalam posisi setara, independen.
Mereka pun dalam satu visi untuk mewujudkan perdamaian dan melupakan dendam masing-masing. Menurut Ihsan, film ini sudah diputar di beberapa tempat. “Ini pertama di gereja Katedral, ini cocok untuk situasi saat ini ketika intoleransi merebak di tanah air.”
Sementara pendeta Martin memberikan contoh rekonsiliasi yang pernah berlangsung di Maluku dan Suakarta. Ia mencontohkan rekonsiliasi di Surakarta terjadi pada jamaah Kristen Menonite dan jamaah Laskar Hizbullah di Surakarta. “Keduanya ini sama-sama ekstrem dan radikal tapi bisa juga mereka berjumpa,” ujar Martin.
Kedua kelompok agama ini juga menempuh jalan panjang untuk bisa berdamai, dan saling membantu. Keduanya dipersatukan oleh kepentingan sosial dan masalah sosial yang dekat dengan mereka yakni masalah sungai.Mereka juga mendirikan radio untuk masing-masing pendengarnya namun isi siaran radionya lebih mendidik dan mereduksi kebencian.
Penonton pun memberi beragam tanggapan tentang situasi saat ini. Ada yang menginginkan film ini diputar lebih banyak di tempat lain, ada pula yang mempertanyakan penyebab konflik lintas agama ini, ada pula yang menanggapi adanya pihak lain yang sengaja memerlihara konflik ini untuk suatu kepentingan.
DIAN YULIASTUTI