TEMPO.CO, Yogyakarta - Panitia bursa pasar seni terbesar, Art Jog 2016, meminta maaf kepada kalangan yang tersakiti atas keputusan panitia menggandeng PT Freeport Indonesia sebagai sponsor. Art Jog berlangsung di Jogja National Museum pada 27 Mei-27 Juni 2016 dan diikuti 72 seniman.
Direktur Art Jog Heri Pemad juga meminta maaf atas polemik yang muncul. “Kami akan berupaya keras untuk menjadi event seni yang lebih baik di masa mendatang,” kata Heri Pemad melalui siaran tertulis, Senin, 13 Juni 2016.
Panitia Art Jog, kata Heri, telah mengirimkan surat permohonan maaf kepada seniman yang memamerkan karyanya dalam acara itu. Pemad mengatakan seniman yang terlibat sebagai peserta Art Jog tidak tahu-menahu ihwal kerja sama Art Jog dengan Freeport.
Menurut Heri, polemik yang terjadi saat ini menjadi sarana pembelajaran yang berharga. Ia berterima kasih atas perhatian dan dukungan banyak kalangan melalui kritik, masukan, ajakan berdialog, dan penyampaian surat terbuka.
Keputusan panitia meminta dukungan dana dari Freeport dilakukan karena kebutuhan pendanaan yang mendesak. Dana dipakai untuk operasional awal kerja penyelenggara. “Bila keputusan tidak segera dipenuhi, akan mengancam keberlangsungan Art Jog dan seluruh acara lain,” kata Heri.
Keputusan panitia meminta dukungan dana kepada seluruh korporasi, yang namanya tercantum di dalam media publikasi, dilakukan atas kesadaran penuh. Panitia, kata Heri, mengikuti kaidah kerja sama yang dilakukan secara resmi dan profesional antarlembaga swasta.
Ia menjelaskan, Art Jog merupakan art fair atau bursa seni rupa kontemporer yang telah digelar sejak 2008 di Yogyakarta. Semangatnya adalah mempertemukan pasar dan karya-karya seniman Indonesia serta seniman internasional dalam satu tempat.
Pada 2008-2016, 1.350 seniman Indonesia terlibat dalam Art Jog. Jumlah pengunjung per tahun rata-rata 100 ribu orang. Terdapat 83 acara seni yang mengiringi Art Jog 2016.
Untuk menggelar kegiatan itu, panitia mendapat dukungan dana dari pemerintah, swasta, dan donasi pribadi. Art Jog, kata Pemad ,sepenuhnya dikelola swasta (perseorangan), yang tidak terikat kewajiban ataupun hubungan struktur yang formil dengan lembaga lain, baik lembaga pemerintah maupun swasta.
Pendanaan pasar seni Art Jog, menurut Heri, sepenuhnya bersumber dari dana pribadi penyelenggara, bagi hasil dari penjualan karya seniman, dan dukungan dana dari pemerintah, sponsor, dan swasta. Menurut dia, kerja sama dengan pihak yang mendukung pendanaan bersifat independen. Itu artinya, pemberi dana tidak diperkenankan mengintervensi proses kreatif serta karya-karya yang ditampilkan seniman partisipan.
Sebelumnya, panitia Art Jog mendapat kecaman dari sejumlah pihak karena menggandeng Freeport. Kecaman datang dari komunitas seniman street art Anti-Tank, Andrew Lumban Gaol. Ada juga kritik dari Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama dan Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). Tak hanya itu, kecaman datang dari Forum Solidaritas Yogyakarta Damai.
Sejumlah seniman peserta Art Jog juga merasa tidak diberi tahu tentang dilibatkannya Freeport dalam hal pendanaan. Mereka menuding Freeport melakukan pelanggaran berupa perusakan lingkungan dan hak asasi manusia di sekitar wilayah konsesi pertambangan tersebut.
SHINTA MAHARANI