TEMPO.CO, Jakarta - Perupa legendaris, Arie Smit, meninggal di Rumah Sakit Angkatan Darat, Denpasar, Bali, Rabu, 23 Maret 2016. “Enggak sakit, mungkin karena sudah tua,” kata teman dekatnya, Pande Wayan Suteja Neka, kepada Tempo saat dihubungi, Rabu malam, 23 Maret 2016.
Suteja Neka menuturkan Arie Smit masih terlihat sehat seperti biasa pada Rabu pagi. Mendadak, pada sore hari, Arie, yang kurang dari sebulan ke depan genap berusia seabad, merasa sesak napas. Suteja Neka melarikan Arie ke rumah sakit. "(Meninggal) Tadi pukul 20.30 Wita di Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar."
Informasi meninggalnya Arie Smit beredar di akun Facebook Amir Sidharta. Jenazah Arie Smit akan dikremasi pukul 16.00 Wita di sebuah Krematorium Kristen Umbul, Nusa Dua. Sebelumnya akan digelar doa kebaktian untuk Arie pukul 10.00 Wita.
Arie merupakan perupa kelahiran Zaandam, Belanda, 15 April 1916. Pria bernama lengkap Adrianus Wilhelmus Smit ini menjadi warga negara Indonesia sejak 1951. Lima tahun kemudian, Smit, ia menetap di Bali.
Perupa, yang memberi warna pada perkembangan seni lukis modern di Bali, ini sempat mengajar Grafis dan Litografi di Institut Teknologi Bandung. Dia dikenal sebagai pencetus gaya Young Artist karena caranya melukis pura, sawah, dan suasana upacara dengan warna-warna cerah. Cara Arie ini menarik perhatian sejumlah anak muda di Bali. Mereka kemudian mengikuti gaya Arie.
Satu dari lukisan karya Arie adalah Upacara di Pura. Lukisan ini pada 2013 terpampang di Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Kuningan, Jakarta Selatan.
Iakerap berpindah-pindah. Sejak kedatangannya di Bali, ia sudah berpindah sebanyak 40 kali. Akhirnya, pada 1992, ia menetap di desa dekat Ubud, Sanggingan, di bawah naungan Pande Wayan Suteja Neka, pendiri Art Museum Neka.
DIKO OKTARA