TEMPO Interaktif, Jakarta-
Judul: Captain America: The First Avenger
Genre: Drama Aksi Fiksi
Sutradara: Joe Johnston
Pemain: Chris Evans, Hayley Atwell, Tommy Lee Jones, Hugo Weaving.
Produksi: Marvel Studio
Tubuh pendek, kurus, dan tak bertenaga. Lengkaplah sudah kelemahan fisik yang dimiliki Steve Roggers. Namun semua itu tak lantas membuatnya mengubur cita-cita ikut berperang melawan Nazi. Berharap diterima menjadi sukarelawan perang Amerika dalam Perang Dunia II, Steve pun mendaftarkan diri untuk kelima kalinya. Namun lagi-lagi ia ditolak. “Aku sudah menyelamatkan nyawamu, Nak, dengan menolakmu,” ujar petugas seleksi.
Dr Aston, seorang ilmuwan militer baik hati, tak sengaja melihat kesungguhan hati Steve untuk ikut militer. Atas rekomendasinya, Steve melenggang masuk. Dr Aston sebenarnya menyimpan sebuah misi. Dia hendak menghalangi niat jahat karibnya, Johann Schmidt--ilmuwan militer, kaki tangan Hitler, yang hendak menaklukkan dunia. Kedua ilmuwan ini sebelumnya bekerja sama dalam sebuah uji coba ilmiah. Sayang, setelah Schmidt menjadi super berkat percobaan mereka berdua, ia malah ingin membuat senjata pemusnah umat. Aston-Schmidt pun akhirnya bercerai.
Proyek Aston membutuhkan “kelinci percobaan” yang tak sekadar berjiwa prajurit, tapi juga berhati bersih. “Aku tahu dialah orangnya,” ujar Aston kepada sang kolonel yang diperankan Tommy Lee Jones.
Uji coba ilmiah itu berhasil menjumbokan otot dan meninggikan tubuh Steve. Kekuatannya berlipat, bahkan metabolismenya empat kali lipat orang sehat. Steve yang membengkak muncul laiknya Hulk. Bedanya, celana pendek Steve tetap utuh, tidak sempit dan robek saat keluar dari tabung laboratorium. Demonstrasi proyek itu ternyata disusupi mata-mata yang membuat Aston tertembak mati sekaligus menjadikan Steve terkenal karena berhasil membekuk penjahat itu di muka umum.
Ketenaran Steve nyatanya menjadi kerikil bagi kariernya yang seharusnya mulus. Ia dilarang bertempur karena sudah terdeteksi musuh bahwa dia “berharga”. Sebagai gantinya, sang kolonel justru memintanya menjadi maskot kegagahan prajurit perang Amerika dengan mengenakan jubah dan topeng. Steve pun menjadi seleb dan naik pangkat dari prajurit hingga menjadi kapten. Dia berorasi di panggung Broadway, bermain film, hingga berlaga di komik. Steve dielu-elukan publik, tapi tidak di depan para prajurit sesungguhnya.
Inilah Captain Amerika. Pahlawan kebanggaan Negeri Abang Sam itu kembali menyapa layar lebar dunia lewat film Captain Amerika: The First Avenger. Steve diperankan aktor berwajah ganteng nan kalem, Chris Evans, yang sebelumnya menyapa pencinta film lewat tingkahnya yang sok sebagai Johnny Storm dalam Fantastic 4.
Setelah si Peter “Spider-Man” Parker yang berubah nasib, kini pemuda kecil gubahan Marvel Comics ini bersiap membelot takdir. Tentunya, sutradara Joe Johnston, si pembuat Jumanji, tak akan sekelam itu menggaris guratan tangan sang kapten. Sebuah tindakan heroik pun menjadi loncatan Steve untuk membuktikan kegagahan sesungguhnya. Ia berhasil menuntaskan misi tunggal, menyerang pertahanan penjara, dan membawa pulang 400 tahanan perang. Selanjutnya, cerita pun mengalir mulus dengan kesuksesan misi perang. Tamengnya segera diperbarui dengan bentuk bulat dan topengnya dilengkapi dengan helm perang.
Laiknya seorang pahlawan, tentunya ia punya musuh. Schmidt telah ditetapkan sebagai musuh wahid jagoan yang filmnya pasti bakal berseri ini. Sayang, tokoh yang diperankan Hugo Weaving--pernah memerankan agen Smith dalam The Matrix--ini agak “garing”. Begitu ia menguliti wajahnya, sosok aslinya bernama Red Skull, yang botak berkulit merah dengan muka tirus, menyungkurkan imajinasi. Ia bak asimilasi antara Hellboy tanpa tanduk dan Spawn. Sekilas, cetakan wajahnya mengingatkan kita pada Jim Carrey ketika berubah menjadi The Mask.
Hayley Atwell sebagai Kopral Carter, yang jatuh cinta pada sang jagoan, menjadi drama pemanis film yang sebenarnya sudah sangat “manis” dengan para pemain yang klimis bak model, meski tengah berperang. Gaya sutradara Hollywood yang semacam inilah yang agaknya dianut pembuat film epik lokal, Merah Putih.
Untunglah, film berdurasi lebih dari dua jam ini tak senorak Iron Man, yang begitu menggagahkan Amerika sampai penonton mual. Setidaknya banyak pesan moral yang tidak dipaksakan dalam adegan. Skenarionya pun dibuat agak berat, tak sekacangan kisah hidup si Juragan Tony Stark. Ups, ternyata Captain America lahir dari studio yang sama dengan Iron Man dan Thor, yakni Marvel Studio.
Namun apa sebenarnya kaitan era perang itu dengan mukadimah film berupa pasukan militer modern yang tengah menyelidiki sebuah pesawat canggih yang tersungkur di Kutub Utara? Bagian pembuka itu menjadi korelasi misterius yang akan terjawab di akhir film.
Dipastikan Marvel akan menggarap seri kedua hingga seterusnya. Tak mengherankan jika penutup cerita pun dibuat menggantung dan membuat penonton penasaran. Belum lagi kemunculan Samuel L. Jackson yang secuil. Diyakini hal itu menjadi cikal-bakal kelanjutan aksi sang kapten yang lebih menggigit. Selain itu, Steve punya urusan dengan Kopral yang sempat tertunda. Penasaran?
AGUSLIA HIDAYAH