Novelnya The Tunnel dipuji sebagai sebuah karya klasik eksistensialis. Sabato juga terlibat dalam penyelidikan kejahatan yang dilakukan junta militer.
"Kemanusiaan tak bisa hidup tanpa pahlawan, martir, dan orang suci," kata Sabato, intelektual yang dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia yang tak kenal lelah, suatu kali.
Baca Juga:
Sabato sempat menjadi fisikawan sebelum menjadi pengarang. Lelaki kelahiran Rojas, Buenos Aires, 24 Juni 1911 ini meraih Ph.D. di Universidad Nacional de La Plata, lalu melanjutkan di Sorbonne, Paris, dan bekerja di Curie Institute. Sesudah Perang Dunia II, dia tak percaya lagi kepada ilmu pengetahuan dan mulai menulis tiga novel, The Tunnel (1948), On Heroes and Graves (1961), dan Abaddon, The Exterminator (1974). Novel pertamanya mendapat sambutan hangat dari dua rekannya, Albert Camus dan Thomas Mann. Karyanya banyak mendapat hadiah internasional, termasuk Legion of Honour (Prancis), Prix Médicis (Italia), dan Miguel de Cervantes Prize (Spanyol).
Sesudah kekuasaan junta militer Argentina (1976-1983) berakhir, Sabato dipilih untuk memimpin Komisi Nasional Orang Hilang yang menyelidiki nasib puluhan ribu orang yang hilang di tangan militer--yang diculik, disiksa, dan dibunuh.
Komisi itu mengumpulkan 50 ribu halaman bukti penculikan, penyiksaan, dan pemerkosaan sistematis terhadap orang-orang yang bahkan diduga bersimpati kepada gerilyawan kiri. Temuan dan rekomendasinya agar para serdadu "Perang Kotor" ini harus diadili dan dihukum itu diterbitkan pada 1984 dalam sebuah buku berjudul Nunca Mas (Jangan Lagi).
IWANK | REUTERS