Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Vibrasi Dua Urban

image-gnews
"@ Side of History" oleh Sugihartono pada Pameran lukis bertema "urban in between" di Philo ArtSpace Kemang Timur, Jakarta Selatan. (29/03/11) TEMPO/ JACKY RACHMANSYAH
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua sosok manusia, nampak mengenakan kostum adat Papua, berada di depan laptop pink bergambar apel yg sisinya bekas gigitan. Ya, itulah Macintosh, merek produk komputer yang menjadi ikon terhebat saat ini. Tak jauh dari mereka, ada kalimat, “The Power Equality” di atas cetakan ISBN yang tampak samar bernuansa abu-abu. Apakah tulisan itu sebuah pesan? Ataukah hanya ingin menampilkan kontrasnya teknologi dengan kehidupan suku Irian yang sering dianggap masih terasing?

Itulah The Power (2010), salah satu karya dari E. Muheriyawan (Jange Rae), perupa kelahiran Bandung, 1974. Karya ini hadir bersama dengan karya-karya Sugihartono (Gresik, 1967) dalam pameran bertajuk “Urban in Between” yang berlangsung 23 Maret – 5 April 2011 di Philo Art Space, Kemang, Jakarta Selatan.

Bajaj, skateboard, bungkus McDonald, Popeye, potongan komik Roy Lichenstein, Marylin Monroe, Mickey Mouse, lampu lalu lintas, rambu-rambu, gedung pencakar langit, trotoar, Sale, kotak sampah desain masa kini, sepeda BMX, dan sebagainya. Sekilas, hampir dapat dipastikan kita mengenali bahwa itu adalah elemen-elemen yang ada di kota-kota besar, singkatnya, “ikon ibukota.”

Tak ada yang khas mungkin bila mereka masing-masing, misalnya, berpameran tunggal. Namun, ketika dihadirkan bersamaan di bawah tema yang sama, cara masing-masing menuangkan ide dan ekspresinya – dengan segala kekontrasannya, muncul karakternya. Melalui yang kontras itu, kita seperti menemukan semacam “vibrasi” – getaran, tegangan hasil dari perpaduan keduanya.

Secara teknis, keduanya menarik – cara menampilkan budaya dan atmosfer kota: Sugihartono dengan basis realis yang kuat menghadirkan yang tak sekadar realis. Untuk menampilkan ruang, warna dan refleksi, membangun imajinasi dan kesadaran atas ruang, atau adanya dimensi yang berbeda pada satu bidang kanvas, Sugihartono menggunakan warna, bidang, dan garis.

Ruang Publik (2011), misalnya. Tiga anak bermain skateboard di tiga bidang terpisah, dengan warna transparan. Samar-samar, tampak di bawah anak-anak itu, beberapa orang sedang berbicara, berkumpul. Sekilas, anak-anak itu seperti berada di lapis atas, dimensi ruang berbeda dari orang-orang yang tampak di bawahnya. Sugihartono menggunakan bidang dan warna sebagai pemisah dan penunjuk pembeda lapis-lapis ruang. Bisa jadi, tempat bermain skateboard itu adalah taman kota, sedangkan orang-orang berbicara itu adalah di dalam mal.

Sugihartono juga mengolah pemisahan ruang, atau waktu,  melalui dua jenis pewarnaan: monokrom dengan warna-warni. Pada Side of History (2009), misalnya. Ada lima bajaj digambar makin kecil menuju pada satu titik fokus, semacam vanishing point. Bajaj yang paling belakang digambar dengan warna nyata, sedang empat lainnya monokrom abu-abu, seperti sedang menuju sebuah gedung yang nampak mengambang, transparan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun penggambaran Jange Rae nampak lebih lekat dengan genre pop art, yang dalam sejarahnya, bisa dikatakan bermula di Inggris pada 1940an, kemudian marak di Amerika. Pop art merupakan reaksi atas budaya urban, budaya pop mengikuti pesatnya perkembangan iklan dan industri.

Ya, karya Jange Rae penuh dengan ikon budaya masa kini yang diolah dengan berbagai teknik, kolase, fotokopi, repro, dan sebagainya. Kolase, misalnya, tampak pada 16 5 10 21 1 14 7 (2010), bagian mata dan mulut dari tempelan gambar lain, juga 11 9 19 19 9 9 14 7 (2010), pada bagian tengahnya ada adegan berciuman gaya komik Roy Lichenstein.

Ciri lain pop art adalah penggabungan ikon. Monalisa bersanding dengan Marylin Monroe, dan sosok simbah berkebaya Jawa (Beautiful Is, 2011). Tanpa pembagian ruang dalam kanvas dan detail figur seperti Sugihartono, Jange Rae lebih mengolah bidang latar gambarnya dengan ikon dan kumpulan angka seperti “digit-digit” yang diletakkan secara tak beraturan.

Menilik karya Jange Rae, makin terasa bahwa ia memang berada, lebur dalam budaya pop – tak lagi sebagai pengamat, atau lebih “berperan” sebagai pengamat sosial seperti Sugihartono, melainkan bak anak muda yang larut dalam permainan urban itu.

Sementara Sugihartono menggambarkan kepadatan manusia, efek industrialisasi, percepatan waktu dan problem ruang sosial, Jange Rae menyuguhkan semacam ironi, parodi dari budaya kaum muda yang pernah dialaminya, tak jauh dari musik, internet, junk food, komik impor, dan sebagainya.

STANISLAUS YANGNI (Penulis lepas seni rupa, mahasiswa pascasarjana ISI Yogyakarta)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

34 hari lalu

Pameran Voice Against Reason. Foto: Museum Macam.
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

40 hari lalu

Pameran seni rupa Islami berjudul Bulan Terbit  sejak 15 Maret hingga 14 April 2024 di Grey Art Gallery Bandung. (Dok.Grey)
Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.


Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Karya instalasi buatan Michelle Jovita berjudul Massa Manusa. (Dok.pameran).
Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance


Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Pameran Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space Bandung melibatkan belasan peserta seniman difabel.  Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.


Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Artsiafrica#2 di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berlangsung 16 - 30 September 2023. Foto: Dok.Galeri.
Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.


Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Pameran kelompok Ambari di Galeri Orbital Dago Bandung hingga 17 September 2023. (TEMPO/ANWAR SISWADI)
Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.


Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Lukisan karya Iwan Suastika berjudul Beauty in a Chaotic Rhythm. Dok. D Gallerie
Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.


Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Karya Dionisius Caraka berjudul Tumbukan Lato-lato di Galeri Ruang Dini Bandung. TEMPO/ANWAR SISWADI
Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.


Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Karya Isa Perkasa berjudul Masker 2024. (Dok.Pribadi)
Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.


Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

(kiri ke kanan) Hilmar Faris, Claire Siregar, Sylvia Siregar pada acara pembukaan Bianglala Seribu Imajinasi, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 April 2023. Foto: TEMPO | Gabriella Amanda.
Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.