Mery sebagai sutradara perempuan yang mewakili pihak musisi menampilkan sebuah sketsa dialog musik berjudul Perempuan Itu Cina. "Saya orang Cina. Banyak pengalaman yang saya peroleh semasa kecil terkait dengan ke-cina-an saya," kata Mery. S
alah satunya adalah pengalaman bersama teman-temannya yang berkeras mengelak "Cina" agar mereka diperlakukan sama dengan pribumi. Meskipun jelas dari fisik sudah terlihat bahwa teman Mery itu adalah orang Cina.
Dari pengalaman ini, Mery menyusun sebuah sketsa musikal tanpa kata berdurasi 45 menit yang terdiri atas empat bagian kecil, yaitu Accepting Herself, The Boundaries, The Rebellis, The Freedom. Masing-masing bagian itu memiliki alur cerita yang terkait satu sama lain.
Alkisah, seorang perempuan Cina terbelenggu oleh perannya sebagai perempuan yang tak pernah didengar pendapatnya. Ia berjuang menjadi dirinya sendiri meski harus berperang dengan masa lalu dan mimpi yang akan diraihnya.
Mian Meuthia sebagai pemeran perempuan Cina hanya melantunkan melodi-melodi tanpa kata dengan iringan cello (Rahman Noor), Flute (Frida Tumakaka,) dan Glockenspiel (Migi Parahita). Gerak dan dialog musikal itu cukup menggambarkan bagaimana perempuan ini ingin bebas dari belenggu masa lalunya.
Perempuan itu menjadi liar dan memberontak tiada habisnya. Kemudian sesuatu menginspirasinya, sehingga perempuan ini mendapatkan kebebasan yang entah apakah kebebasan itu persis seperti yang diinginkan atau hanya sekedarnya.
Garapan lakon yang lainnya berjudul Satu Hari. Teater realis karya Sari W. Suci ini bercerita tentang fenomena masa lalu yang begitu kelam, sehingga mempengaruhi masa depan seseorang tersebut.
Mutia, yang diperankan oleh Nadya Syaraswati, adalah seorang gadis molek yang periang. Namun di balik keriangannya itu, masa lalu yang sangat kelam selalu menghantui hidupnya. Sepuluh tahun lalu, hidupnya terkoyak oleh kebiadaban Rahul (Junef Koetai), ayah tirinya. Mutia lari dari rumah dan kemudian ia menjadi pelacur.
Suatu ketika, Rahul berhasil menemukan kediaman Mutia setelah sekian lama. Luka itu kembali menganga. Melihat tubuh Mutia yang semakin ranum membuat Rahul menjadi tergila-gila. Hampir saja Mutia menjadi alat pelepas nafsu ayah tirinya. Ia berhasil menyerang ayah tirinya, lalu mengikatnya pada kursi dengan erat.
Ancaman, sumpah serapah, maupun ratapan bercampur menjadi satu. Mutia makin menggila setelah ia mendengar ibunya mati ditangan Rahul. Keinginan untuk membunuh ayah tirinya makin kuat setelah ia mengumpulkan perlakuan-perlakuan kotor yang pernah ia terima. Racun, menjadi pilihan terakhir untuk menghabisi nyawa ayahnya. Dan ia juga menenggak banyak butir pil tidurnya untuk mengakhiri nyawanya sendiri.
Garapan terakhir adalah sebuah teater tari karya koreografer Yuniati Arfah. Lakon berjudul Me, Seruas Dengan Tanda Kutip ini menampilkan gerak tari berdurasi 45 menit yang sangat dinamis. Tak hanya gerak tetapi juga dialog-dialog kecil bertaut di sana.
Kisah ini bercerita tentang seorang gadis yang ingin mengajak semua orang bisa merasakan keceriaan yang ia miliki. Hidup dalam keluarga besar membuatnya harus pintar menyesuaikan diri.
Yang menarik adalah pemain utama memakai sling atau tali yang diikatkan di atas panggung. Sehingga penari berkali-kali memerankan gerakan melayang. Gerak melayang ini mengesankan keceriaan yang ingin disampaikan Yuniati melalui koreografinya. Pertunjukan ini paling banyak melibatkan pemain pendukung.
Bagi perempuan kecil ini, dunia selalu memberi senyum untuknya. Senyum yang indah selalu memberinya kedamaian di manapun ia berada. Maka, selamat tersenyum.
ISMI WAHID