Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kekuatan yang Mengancam

image-gnews
pidato
pidato
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta: Indonesia adalah kemajemukan. Hari-hari ini, kebhinnekaan itu tengah diuji. Ia mendapat tantangan dari dua jenis fundamentalisme: pasar dan fasisme. Kita sedang ditelikung kekuatan-kekuatan yang mengancam.

Kata-kata itu meluncur dari sejarawan I Gusti Agung Ayu Ratih, ketua Institut Sejarah Sosial Indonesia dalam pidato kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, Senin malam lalu.

Dalam pidato bertajuk "Kita, Sejarah, Kebhinnekaan", Gung Ayu, demikian ia biasa disapa, mengkritik pengajaran sejarah di sekolah-sekolah yang sekadar kronologis. Pelajaran sejarah, kata dia, mestinya tampil seperti Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer di mana sejarah tampil sebagai riwayat. "Mungkin karena itulah, Tetralogi Buru lebih laku," ujar Gung Ayu.

Pemegang gelar master of arts University of Wisconsin-Madison, AS, itu juga memaparkan soal perjuangan perempuan. Menurut dia, perjuangan kaum perempuan beroleh angin setelah Soeharto ambruk. Era Habibie memberi pintu-pintu bagi legislasi yang menjunjung perempuan. Misalnya mengadopsi pidana kekerasan dalam rumah tangga, keterwakilan perempuan di parlemen, ke dalam perundangan.

Belum usai perjuangan perempuan itu, sepuluh tahun setelah reformasi, kini bangsa ini dijepit dua kekuatan: fundamentalisme pasar dan fundamentalisme agama. Neoliberalisme menimbulkan kecemasan, ketakpastian. Fasis berjubah agama lalu datang menawarkan janji penyelamatan dan surga.

Lagi-lagi perempuan menjadi obyek penderita. Pasar bebas menjadikan TKW sebagai komoditas. Di sisi lain, fundamentalis agama melihat perempuan sebagai sumber kebejatan. "Lagi-lagi, tubuh perempuan menjadi taruhan," tuturnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lalu bagaimana para seniman dan budayawan bisa bertindak menghadapi fundamentalisme itu? Dalam benak Gung Ayu, ide "perlawanan" itu tak bisa berjalan sendiri. "Harus ada wadah keterkaitan gagasan, harus ada platform gerakan," kata Gung Ayu kepada Tempo, usai pidato itu. Seniman dan budayawan harus duduk membicarakannya. Dari situ diharapkan terbentuk sebuah kekuasan yang punya gigi.

Ketua Pengurus Harian Dewan Kesenian Jakarta Marco Kusumawijaya yang memberi sambutan sebelum pidato itu mengatakan, kekuatan-kekuatan pengancam pluralisme itu kontraproduktif dengan usaha membela dan merawat kebhinnekaan. Padahal, "Kita ingin menjadi bagian dalam masyarakat dunia, bukan katak dalam tempurung," ujarnya.

Malam itu, di atas pentas, tak hanya berisi hujan kata-kata. Disana juga ada geliat nada dari I Wayan Balawan. Bersama seorang basis dan drumer, ia menyajikan komposisi modern dengan unsur etnik. Gitar Balawan yang berefek mengeluarkan nada pentatonik gamelan. Bas dengan nada-nada mayor menjembataninya dengan ritme jazz sang drumer.

Ibnu Rusydi

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jaga Persatuan, AHY Ajak Biasakan Ucapkan Terima Kasih dan Maaf

29 Juli 2017

Agus Harimurti Yudhoyono saat menyampaikan orasi kebudayaannya dalam acara Malam Budaya Manusia Bintang 2017 di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta, 29 Juli 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
Jaga Persatuan, AHY Ajak Biasakan Ucapkan Terima Kasih dan Maaf

Mantan calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengajak masyarakat membiasakan mengucap terima kasih dan maaf dalam beriteraksi.


Deklarasi WCF 2016 Jadi Agenda Pembangunan Dunia

13 Oktober 2016

Presiden Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri (tengah), Mendikbud Muhajir Effendy (kanan), Direktur UNESCO Jakarta Shahbaz Khan (kedua dari kanan)  saat pembukaan World Culture Forum 2016 di Nusa Dua, Bali, 13 Oktober 2016. Forum yang digelar oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia bekerjasama dengan UNESCO itu diikuti oleh 63 negara untuk membahas pengembangan fungsi budaya dalam pembangunan yang berkelanjutan. Johannes P. Christo
Deklarasi WCF 2016 Jadi Agenda Pembangunan Dunia

Sektaris Jenderal UNESCO, Irin Bokova, mengatakan simposium WCF harus dijadikan refleksi global.


Pemerintah Kirim 50 Pegiat Budaya ke Selandia Baru  

12 Oktober 2016

Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid. TEMPO/Aditia Noviansyah
Pemerintah Kirim 50 Pegiat Budaya ke Selandia Baru  

Wakil Rektor Auckland University of Technology, Professor Nigel Hemmington, berharap kerja sama tersebut terus berlanjut.


Budayawan Tegur Jokowi Soal Infrastruktur Kebudayaan  

23 Agustus 2016

Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Budayawan pada acara dialog bersama para Budayawan di Galeri Nasioanl Indonesia, Jakarta, 23 Agustus 2016. Tempo/ Aditia Noviansyah
Budayawan Tegur Jokowi Soal Infrastruktur Kebudayaan  

Para budayawan menilai, Presiden Joko Widodo sudah lupa dengan program-program pembangunan kebudayaan.


Beri Kuliah Umum di UI, Begini Nostalgia Sri Mulyani  

26 Juli 2016

World Bank Group Managing Director, Sri Mulyani Indrawati, berpidato saat acara pembukaan konferensi Indonesia Green Infrastructur Summit 2015 di Jakarta, 9 Juni 2015. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Beri Kuliah Umum di UI, Begini Nostalgia Sri Mulyani  

Bekal ilmu dan pengetahuan di UI sangat membantunya memahami masalah dengan obyektif dan akurat.


Sri Mulyani Beri Kuliah Umum Soal Pemuda di UI Siang Ini  

26 Juli 2016

World Bank Group Managing Director, Sri Mulyani Indrawati, berpidato saat acara pembukaan konferensi Indonesia Green Infrastructur Summit 2015 di Jakarta, 9 Juni 2015. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Sri Mulyani Beri Kuliah Umum Soal Pemuda di UI Siang Ini  

Sri Mulyani akan memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia siang ini.


JJ Rizal: Orang Indonesia itu Tegas, Toleran, Setia Kawan

30 Desember 2015

JJ Rizal. TEMPO/Imam Sukamto
JJ Rizal: Orang Indonesia itu Tegas, Toleran, Setia Kawan

Sejarawan JJ Rizal mengatakan saat ini Indonesia mengalami defisit "orang Indonesia"


Gus Mus: Konsep Agama, Tuhan dan Indonesia Perlu Diteliti Ulang  

28 Agustus 2015

KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. TEMPO/Ishomuddin
Gus Mus: Konsep Agama, Tuhan dan Indonesia Perlu Diteliti Ulang  

Gus Mus khawatir jangan-jangan pandangan orang-orang selama ini terhadap Tuhan dan agama itu ternyata keliru.


Gus Mus: Anggota DPR dan Para Pimpinan Harus Jadi Manusia Dulu

28 Agustus 2015

KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. TEMPO/Budi Purwanto
Gus Mus: Anggota DPR dan Para Pimpinan Harus Jadi Manusia Dulu

Gus Mus mengatakan, ada orang yang menganggap manusia adalah yang seperti dirinya sendiri sehingga sama saja menganggap yang lain bukan manusia.


Menistakan Pidato

27 Agustus 2015

Menistakan Pidato

Akhirnya mengaku, saya adalah pengarang yang diam-diam gemar "dipaksa" menerima order menulis pidato, sejak 1980-an.