TEMPO Interaktif, DENPASAR:Karya-karya penyair Palestina Mahmoud Darwish dibacakan sederetan penyair Bali dalam "Ubud Writers & Reader Festival" , Ahad (5/10). Diantaranya Tan Lio Oei, Made Adnyana Ole, Pranita Dewi, Wayan Sunarta dan Kadek Sonia Piscayanti .
Janet De Neefe, penyelenggara acara itu mengatakan, karya Mahmoud Darwish pada malam itu juga dibacakan di berbagai penjuru dunia. “Di kalangan sastrawan, hari ini telah ditetapkan sebagai hari untuk sang penyair,” ujarnya. Seruan untuk melakukan pembacaan atas karya-karyanya diprakarsai oleh festival sastra “Berlin International Literature Festival”. ”
Darwish telah dikenal sebagai penyair internasional dengan seruan cinta dan kemanusiaan dalam bahasa yang dapat menyentuh semua orang. Ia lahir di desa Barweh Galilea yang diratakan dengan tanah pada saat pendirian Israel pada 1948. Darwish kemudian mengungsi ke Libanon dan melanglang buana ke sejumlah negara sampai akhirnya ia wafat pada 9 Agustus 2007 pada usia 67 tahun.
Selama masa hidupnya, ia menerbitkan lebih dari 30 kumpulan puisi dan 8 buku prosa yang telah diterbitkan dalam 20 bahasa. Palestian bagi Darwish menjadi mentafora bagi taman firdaus yang hilang, kelahiran dan kebangkitan kembali serta pedihnya keterasingan dan ketercerabutan.
Dalam sebuah wawancara, Darwish menyatakan, “ Puisi bisa melawan dengan mengukuhkan keterikatannya pada kerentanan manusia seperti sehelai rumput yang tumbuh di tembok selagi tentara-tentara lewat”.
Setelah membacakan karya Darwish “Pengepungan” yang bercerita tentang kondisi pengungsi Palestina saat 6 bulan dikepung tentara Israel, penyair senior Bali Tan Lio Oei mengaku dapat merasakan kekuatan dibalik rangkaian kata-kata dan metafora yang disusun sang penyair. “Seperti kemarahan yang diletupkan sebagai energi estetik,” ujarnya.
Ia percaya, kata-kata itu bisa menjangkau ke wilayah yang lebih luas, bukan hanya di kalangan bangsa Palestina. “Bahkan mungkin di pihak yang berlawanan,” ujar Oei.
ROFIQI HASAN