Di Ubud, Wayan Sudarna Putra memamerkan karya terbarunya yang dikemas dalam tajuk “Unsung Hero”. Dalam pameran di Komaneka Galley itu itu, ia menggunakan dirinya sendiri sebagai model dalam berbagai pose. “Saya ingin menelanjangi diri saya sendiri,” kata perupa kelahiran 15 April 1976 itu, Rabu (29/12).
Bagi dia, hidup adalah sebuah pergulatan mencari jati diri dengan penampilan yang setiap saat harus diubah menyesuaikan diri dengan perubahan. Hal itu tampak dalam seri lukisan di mana ia tampak sibuk mencocokkan topeng yang paling sesuai dengan wajahnya. Seri itu diakhiri dengan aksinya memainkan patung kayu pinokio.
Peraih Philip Morris Indonesia Art Award 1999 itu akhirnya melukiskan dirinya yang sedang mengarahkan moncong pistol ke kepalanya. Itu menandai pesan bahwa pencarian jati diri pada akhirnya harus berujung pada keberanian untuk membunuh pandangan orang lain yang menempel pada diri sendiri.
Sementara itu di Denpasar, 13 mahasiswa Jurusan Seni Rupa Murni ISI Denpasar memamerkan karya di Museum Sidik Jari Denpasar. Mereka menampilkan aneka ragam lukisan dengan berbagai gaya dan obyek. Sebagian besar membidik realitas sosial yang berkembang di Bali. ”Itu adalah bagian dari pencarian identitas kreatif mereka,” kata Pembantu Rektor ISI, I Ketut Murdana.
Di Gianyar, sebelas perupa menggelar pameran lukisan yang sarat kritik dan pesan dengan tajuk 10 + 1 = Lawan! di Paros Gallery, Banjar Palak, Sukawati. Kesepuluh seniman itu adalah anggota Ten Fine Art yakni I Made “Romi “ Sukadana, I Made Dolar Astawa, I Made Budiadnyana, Ida Bagus Putu Purwa, A.A Ngurah Paramarta, Wayan Paramartha, Wayan Apel Hendrawan, Wayan Muliastra, I Ketut Teja Astawa, dan Vincensius Dedy Reru serta seorang perempuan perupa Ni Nyoman Sani.
Pemilik Paros Gallery, Made Kaek, mengatakan, karya yang dipamerkan mengangkat tema kritik sosial serta pembacaan terhadap situasi dan kondisi terkini dengan gaya yang beragam. ”Kami menawarkan keleluasaan kepada perupa untuk menginterpretasikan tema dengan bebas termasuk media yang digunakan dalam berkarya,” kata Kaek.
Menurut Kaek belakangan ini masyarakat terbebani berbagai persoalan yang tak kunjung usai : terorisme, korupsi, narkoba, penganiayaan TKI, masalah ekonomi, sosial, politik, budaya hingga bencana yang terjadi akhir-akhir ini.
Tentu kondisi tersebut tidak luput dari pengamatan dan keprihatinan seniman, termasuk para perupa, yang merasakan betapa berbagai masalah tersebut membuat kebudayaan kian tidak mendapat perhatian.
ROFIQI HASAN