Mencari Dewa di Jalanan Kota  

Reporter

Editor

Kamis, 17 Juni 2010 18:26 WIB

lakon Kintir (Anak-anak Mengalir di Sungai). (dkj.or.id)
TEMPO Interaktif, Bandung - Menggendong istrinya dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas, seorang wasu atau dewa berjalan hati-hati meniti pagar tembok setinggi orang dewasa. Sambil melangkah, mereka berbincang tentang 8 anak mereka yang harus turun ke bumi menjadi manusia. Ya, itulah kutukan Resi Wasistha kepada para pencuri lembunya yang bernama Nandini.

Agar bisa kembali ke kahyangan, mereka harus dilahirkan kembali lalu dihanyutkan di sungai. Di bumi, delapan anak dewa itu dititpkan ke rahim Dewi Gangga setelah menikah dengan Santanu, seorang Raja Astina. Kelanjutan secuplik kisah dari Mahabharata itu tiba-tiba terpotong oleh teriakan seorang perempuan yang memanggil nama Mas Narto berulang-ulang. Ia merindukan lelaki itu yang tak pernah pulang.

Begitulah adegan pembuka lakon Kintir (Anak-anak Mengalir di Sungai). Garapan kelompok Teater Seni Teku dari Yogyakarta itu dipentaskan di lapangan parkir Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Selasa (15/6) malam. Sebuah kisah yang menabrakkan teks kuno pewayangan tentang kelahiran Bisma dengan munculnya anak-anak jalanan. ”Di situlah konflik terjadi,” kata Ibed Surgana Yuga, sutradara sekaligus penulis naskah, sebelum pementasan.

Dewi Gangga gagal melarung anak kedelapan karena Sentanu mencegahnya. Sang suami menuding istrinya sebagai pembunuh yang kejam. Bayi itu yang kelak bernama Bisma alias Dewabrata, akhirnya diasuh sendirian oleh ibunya hingga besar dan menjadi mahasenapati.

Tapi nasib seorang perempuan miskin kota bertolak belakang dengan sang Dewi. Walau sama beranak delapan, tapi bapaknya berlainan dan tanpa ikatan perkawinan. “Anak pertama oleh Mas Narto. Anak kedua sampai kelima oleh pemerkosa yang menutup wajahnya,” kata si perempuan. Sisanya dari tiga lelaki yang membayarnya.

Jika tujuh putra titipan Dewi Gangga itu naik kembali ke langit menjadi dewa setelah dilarung ke sungai, ketujuh anak perempuan tersebut justru hanyut di jalanan. Berjualan koran, makanan ringan, mengamen, atau menjadi gelandangan. Mereka, kata perempuan itu, sedang mencari bapaknya di belantara kota.

Seni Teku, kata Ibed, tertarik mengangkat kisah mitologi atau sastra klasik dengan selipan konteks sosial kekinian. Ide cerita Kintir muncul ketika mereka latihan teater di Pendopo Blumbang Garing di Nitiprayan, Bantul, Yogyakarta, pada April 2009. Di tempat milik perupa Ong Hari Wahyu itu, mereka baru bisa main setelah anak-anak bubar menjelang petang. "Berjam-jam kami harus melayani mereka bermain sampai ibunya memanggil pulang," katanya. Dari situ, dunia permainan anak-anak masuk ke dalam naskah. Juga kehidupan petani di sekitar tempat itu.

Tema cukup serius tersebut dikemas dengan selingan humor dan permainan seperti perang-perangan sampai atraksi semburan api. Seperti pertunjukan kesenian rakyat, Seni Teku bermain dengan mengeksplorasi ruang terbuka. "Tak cuma ruang sebagai tempat permainan, tapi sosial dan budaya masyarakat," ujar Ibed.

Kelompok itu juga sengaja mendekatkan pertunjukan tanpa mengambil tempat penonton. Bermain tanpa panggung, pemain leluasa mengambil sudut dan petak di lapangan tanah berumput yang becek tersiram hujan sejak siang. Penonton pun bebas mengambil tempat dimana saja walau penyelenggara menyiapkan tenda di tengah lapang.

Dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung, Benny Johanes, dalam diskusi setelah pertunjukan, menilai gaya seni Teku seperti Teater Garasi dari Yogyakarta. Bedanya, Teku lebih mempertahankan naturalitas. Sedangkan penonton lain, seperti Sammy, memuji Teku yang sanggup melebur ruang terbuka. "Teku mengembalikan teater ke bentuk aslinya," ujarnya.

Peraih hibah seni dari lembaga Kelola dan Hivos itu mementaskan Kintir berkeliling di tiga kota. Setelah Indramayu dan Bandung, selanjutnya Jakarta pada 18 Juni di Taman Ismail Marzuki.

Anwar Siswadi

Berita terkait

Siswa-siswi Binus School Simprug Gelar Pertunjukan Teater

4 hari lalu

Siswa-siswi Binus School Simprug Gelar Pertunjukan Teater

Agenda rutin yang dilaksanakan setiap tahun ini melibatkan siswa-siswi SMA, mulai dari persiapan, pemain, penulisan cerita, kostum, hingga tata cahaya

Baca Selengkapnya

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal

Baca Selengkapnya

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.

Baca Selengkapnya

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.

Baca Selengkapnya

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

27 Maret 2021

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

Dulunya Teater merupakan hiburan paling populer di Yunani, pada 27 Maret, 60 tahun lalu Institut Teater Internasional menggagas Hari Teater Sedunia.

Baca Selengkapnya

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

18 Maret 2021

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

Festival Teater Tubuh berlangsung mulai Selasa sampai Sabtu, 16 - 20 Maret 2021. Festival ini merupakan silaturahmi tubuh kita dalam pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya