“....yang taksu (ambigu)” bercerita tentang aktivitas warga Jakarta serta situasi dan kondisi kehidupan Ibu Kota, yang ditangkap melalui pengalaman visual yang dirasakan oleh masing-masing seniman sendiri. Dari ragam visual yang mereka tangkap itulah kemudian direkan dalam bentuk video dan dipamerkan di CCF.
Menurut Adel Maulana, ide itu berawal dari pengalaman yang mereka lihat dan rasakan di berbagai sudut kota Jakarta. Lalu, tercetus keinginan untuk mengabadikan pengalaman tersebut dan memberikan sebuah tontonan yang baru dengan memvideokan masyarakat. “Kami ingin membaca ulang fenomena di Jakarta yang telah kami rasakan dengan menggunakan medium video,” katanya.
Di arena pemeran terpampang tiba layar besar dan tiga televisi layar datar 32 inchi. Kedua medium itu masing-masing memutar video yang berbeda-beda. Sebanyak sembilan judul video berdurasi 4 hingga 11 menit yang diputar. Video-video itu, antara lain, Interseksi, Adegan Usai Hujan, Terminal, Red Closet, Lesut Mobil Jalan Gelap, Sale, dan Plokis.
Untuk melengkapi suasana pameran, lima buah televisi diletakkan di lantai dan di sudut ruangan terdapat instalasi toilet, yang di depannya juga terdapat televisi. “Keberadaan televisi kini sudah merambah masuk ke wilayah paling pribadi, seperti di dalam toilet,” kata Adel menjelaskan.
Ke depan, para seniman yang berpameran tersebut berharap, media video lebih banyak digunakan oleh masyarakat dalam menyampaikan pesan tentang fenomena yang terjadi di sekiling mereka, “Mari memasyarakatkan video dan memvideokan masyarakat,” kata Akbar Yumni.
Herry Fitriadi