Di SIPA Seniman Pertunjukan Punya Galeri Buat Jualan
Reporter
Dinda Leo Listy (Kontributor)
Editor
Aisha Shaidra
Sabtu, 8 September 2018 09:54 WIB
TEMPO.CO, Solo - Dua tahun lamanya Direktur Solo International Performing Art (SIPA), Irawati Kusumorasri, memendam mimpi agar SIPA tidak sekadar menyuguhkan hiburan bagi masyarakat, tapi juga menjadi semacam galeri bagi para pelaku seni pertunjukan.
Baca: 6 Delegasi Luar Negeri Ramaikan SIPA 2018 Siapa Mereka?
“Pelukis kan punya galeri, wadah untuk menjual karyanya. Kalau seniman pertunjukan itu setelah selesai pentas ya sudah, bubar. Dua tahun saya memikirkan itu terus, akhirnya baru terwujud sekarang,” kata Irawati saat berbincang khusus dengan Tempo di Kota Solo pada Rabu, 5 September 2018.
Memasuki usia kesepuluh, SIPA 2018 yang diselenggarakan di sejumlah tempat di Kota Solo pada Selasa hingga Sabtu, 4 - 8 September, kini mempunyai acara khusus bertajuk SIPA Mart. Mengusung konsep yang mirip dengan Indonesia Performing Arts Market (IPAM), SIPA Mart menjadi etalase bagi para pelaku seni pertunjukan menampilkan karyanya di hadapan para calon pembelinya (buyers).
SIPA Mart diselenggarakan dalam dua tahap. Pertama, pementasan karya di kampus Akademi Seni Mangkunegara Surakarta (ASGA), Pendapa Prangwedanan Pura Mangkunegaran, pada Jumat, 7 September. Kedua, acara kumpul bersama (gathering) antara seniman dan para calon pembeli karya di Hotel Royal Heritage Solo pada Sabtu, 8 September.
Calon pembeli karya di SIPA Mart meliputi para penyelenggara event, agen grup seni, kepala-kepala taman budaya, hingga para pemilik gedung kesenian, dari dalam dan luar negeri. Tidak hanya untuk seniman yang dijadwalkan tampil di SIPA 2018, SIPA Mart juga menampung seniman pertunjukan lain di Solo Raya untuk ikut mempromosikan karyanya dalam portofolio berupa video dan lain-lain.
Sebagai pasar seni pertunjukan bertaraf internasional, Irawati mengatakan, SIPA Mart membuka peluang bagi seniman lokal menawarkan karyanya. “Kalau ada pembeli yang mau memboyong karyanya, seniman itu bisa segera mempersiapkan diri. Kami menyediakan tim penerjemah dan komunikator bagi seniman lokal jika kesulitan saat hendak bertransaksi dengan pembeli dari luar negeri,” kata Irawati.
Irawati berujar, konsep pasar seni pertunjukan semacam SIPA Mart sudah menjadi agenda rutin di beberapa negara maju seperti Korea dan Jepang dan terbukti mampu menyejahterakan para seniman pertunjukan setempat. Indonesia dulu pernah punya Indonesia Performing Arts Market (IPAM).
IPAM, dimulai sejak 2003 - 2004, adalah acara seni dwi tahunan menjadi ruang berinteraksi para manajer seni global, promotor, agen, seniman kondang maupun seniman baru, dalam berbagai bentuk dan kegiatan. “Karena proses politik di tingkat pusat, seperti pergantian menteri dan lain-lain, IPAM akhirnya tidak dilanjutkan lagi. Kalau tidak salah ingat, IPAM terakhir pada 2013,” kata Irawati.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kota Solo, Hasta Gunawan, konsep baru SIPA Mart secara otomatis turut menambah kencang laju roda perekonomian di Solo. “Kami sengaja mengundang lebih dari 40 kepala daerah dan kepala dinas pariwisata dari luar Jawa biar mereka menginap di Solo selama SIPA berlangsung. Syukur-syukur mereka nanti pulangnya sambil memboyong karya seniman di SIPA Mart untuk dipentaskan di daerah masing-masing,” kata Hasta.