TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok musik Tivi Out tampil pada pembukaan pameran Jakarta Merchandise Project di Galeri Ruang Rupa pekan lalu. Kuartet asal Jakarta itu hadir seolah untuk merombak persepsi kita tentang musik. Tak ada lagi keindahan lirik dan irama. Musikalitas mereka terdengar sangat keotik. Tergantikan oleh corak nada yang tak padu-padan, minim kata dan etika. Sesekali para personilnya menyapa penonton dengan banyolan yang semangat. Terdengar garing, namun tetap mampu mengocok perut.
Semangat itulah yang menjiwai kreatifitas delapan perupa pada pameran Jakarta Merchandise Project. Eksplorasi mereka atas berbagai medium dan teknik kreatif menghasilkan barang-barang merchandise dalam banyak varian seperti kaos, pin, notes, emblem, poster, topeng, gantungan kunci hingga tas. Ragam gaya dan pendetakan postmodern tampak cukup dominan dalam karya-karya mereka. Tampil dengan kode-kode estetika seperti Partische, Parodi, Kitsch, Camp dan Skizofrenia.
Galeri ruang rupa sengaja mengangkat tema ini lantaran diskursus seputar merchandise merupakan kategori yang kerap luput dari jangkauan cita rasa seni. Itu karena penggunaan istilah merchandise acapkali merujuk pada produk-produk yang diperjualbelikan untuk kepentingan promosi. Produk massal yang jauh dari nilai keunikan dan personifikasi suatu benda. “Karenanya, karya merchandise seniman menjadi hal yang menarik” ujar Sigit Budi, pegiat Galeri Ruang Rupa.
Pameran yang berakhir 14 April itu menghadirkan karya-karya milik Cubatees, Gardu House, Ika Vantiani, Jah Ipul, Kamengski, Komunitas Pecinta Kertas, Paguyuban Lapak Urban dan Recycle Experience. Project ini memang tidak semata melibatkan para seniman yang berlatar belakang pendidikan seni, beberapa diantaranya merupakan seniman jalanan (street artist) yang selama ini konsisten berkarya melalui jalur medianya masing-masing.
Meski demikian, kreatifitas mereka dalam berkarya mampu memberikan nuansa kesegaran tersendiri. Lihat apa yang dilakukan Komunitas Pecinta Kertas dalam pameran ini. Para pegiatnya, yang berasal dari berbagai latar pendidikan dan usia, menyuguhkan puluhan karya-karya berbahan baku kertas sebagai sampah estetik (kitsch), menyulap bubur kertas menjadi asbak, sepatu, topeng, kalung, kacamata hingga boneka robot dengan tetap menjaga unsur fungsional.
Konsep parodi tampil dalam karya-karya milik Cubatees lewat berbagai disain kaosnya. Baju berlogo band asal Amerika, Black Sabbath, yang biasanya muncul bersama figur vokalisnya Ozzy Osbourne, ia plesetkan dengan memajang wajah komedian Ozy Syahputra. Konsep parodi jugalah yang ia gunakan dengan disain kaos bergambar pengusaha taipan Ko Modo, sebagai New Seven Wonders dan kaos Mahasiswa Pecinta Alam, yang diilustrasikan dengan wajah penyanyi rock dangdut, Alam.
Seniman Ika Vantiani dan Jah Ipul mengusung karya teknik kolase yang banyak meminjam figur tokoh-tokoh komik. Jah Ipul, yang merupakan jebolan Institut Kesenian Jakarta, menggunakan ilustrasi gambar dalam halaman buku tafsir mimpi, yang sempat marak di akhir tahun 1990-an dengan sejumlah modifikasi. Dupilkasi figur itu ia jadikan sebagai elemen dasar untuk menciptakan berbagai karya merchandise seperti kartu pos dan poster yang dibuat dengan teknik cetak sablon.
Ipul juga memanfaatkan ulang benda-benda bekas seperti foto dan patung Bunda Maria. Layaknya karya seni bergaya pastiche, semua elemen itu ia gunakan utuh hanya dengan sedikit penambahan tanpa teknik yang rumit. Foto seorang gadis cantik yang ia gabungkan dengan kolase kertas koran bertuliskan “Dress to Kill” adalah satu diantaranya. Boleh jadi, teks itu merupakan pesan dan kritik yang ingin disampaikan Ipul dalam karyanya.
Mereka yang tergabung dalam kelompok penganut aliran Pop Culture and Toys art Movement, Recycle Experience, menghadirkan berbagai karya berkarakter robot. Robot imajinasi itu mereka sulap dari berbagai sampah domestik dan dikemas dengan teknik pewarnaan yang serba cerah dan lucu-lucu, khas ideologi senirupa postmodern: form follow fun. “Pameran ini bisa Anda nikmati dengan santai. Kalau yang serius-serius ada di Galeri Nasional,” ujar Popo, kurator pameran.
Penyataan Popo itu seolah mengisyaratkan sebuah penanda. Bahwa klaim atas respresentasi karya seni tidaklah semata milik “budaya tinggi”. Senirupa postmodern sesungguhnya lahir dengan sistem bahasanya sendiri. Yang memberikan ruang kepada setiap orang untuk berkreasi. Mendefinisikan dirinya sendiri, sekalipun itu harus mendobrak tatanan nilai estetika dalam kacamata mainstream dan dituduh menduplikasi khazanah karya-karya seni yang sudah ada sebelumnya.
RIKY FERDIANTO
Berita terkait
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa
39 hari lalu
Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.
Baca SelengkapnyaGrey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman
46 hari lalu
Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.
Baca SelengkapnyaBelasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal
16 Oktober 2023
Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance
Baca SelengkapnyaSelasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel
23 September 2023
Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.
Baca SelengkapnyaPameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar
19 September 2023
Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.
Baca SelengkapnyaKelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung
4 September 2023
Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.
Baca SelengkapnyaFenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika
20 Agustus 2023
Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.
Baca SelengkapnyaLato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung
19 Juni 2023
Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.
Baca SelengkapnyaGaleri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia
21 Mei 2023
Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.
Baca SelengkapnyaPameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri
7 April 2023
Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.
Baca Selengkapnya