Tafsir Pemberontakan Prabu Minakjinggo  

Reporter

Editor

Minggu, 30 Januari 2011 18:27 WIB

Pameran Bertema Minakjinggo di Bentara Budaya Yogyakarta.(TEMPO/Anang Zakaria)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Di atas selembar kanvas berukuran 190 X 130 sentimeter, perupa Herjaka HS menampilkan gambar awan Merapi. Berwarna keabuan dan bergulung membumbung ke angkasa. Dari dalam wedhus gembel itu, sosok wajah Minakjinggo, penguasa Blambangan, sebuah wilayah kerajaan di timur pulau Jawa, yang hadir bersama abdi setianya, Dayun. Seperti lazim lukisannya yang lain, Herjaka menggunakan idiom wayang untuk menggambarkan sosok keduanya.

Di kaki awan, Herjaka menggambarkan kecemasan rakyat terhadap amuk Merapi. Di sini, lagi-lagi, dia gunakan wayang untuk menggambarkannya. Wajah-wajah lelaki-perempuan hadir dalam bentuk mirip tokoh punakawan, seperti Gareng, Petruk dan Bagong. “Tiap kali bencana datang, rakyat juga mendapat sengsara,” kata dia, Minggu (30/1).

Dalam lukisan berjudul “Minakjinggo”, ada sebuah pesan yang hendak disampaikan Herjaka. “Tentang alam, dalam tanda kutip, yang sedang menagih janji penguasa,” kata dia. Ironisnya, lanjut dia, penguasa kerap lupa akan janji yang telah diucapnya. Untuk menggambarkan cerita tentang alpa penguasa, dia tambahkan sebuah gambar kursi di sudut kiri atas lukisannya. Kosong melompong.

Lukisan itu menjadi salah satu karya dari 28 perupa yang dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta. Bertema “Mirong Kampuh Jinggo”, karya perupa itu dipajang sejak Jumat (21/1) sepekan lalu dan berakhir hari ini. “Pameran itu berkisah tentang Prabu Minakjinggo,” kata Sindhunata, kurator pameran.

Prabu Minakjinggo, seperti kerap diangkat sebagai lakon dalam pementasan ketoprak, adalah seorang penguasa kerajaan Blambangan, letaknya di ujung timur pulau Jawa. Dia adalah tokoh kontroversif dan digambarkan bermuka anjing karena dianggap melawan penguasa pusat, Kerajaan Majapahit.

Pemberontakan Minakjinggo bukan tanpa sebab. Awalnya, dia adalah pemuda tampan dan sakti bernama Jaka Umbaran. Saat penguasa Majapahit Putri Kencanawungu menggelar sayembara untuk menumpas pemberontakan Bupati Lumajang, Kebo Marcuet, Minakjinggo datang menawarkan diri. Sebagai imbalan, sang puteri bersedia menikah dengan “Jinggo (jagoan)” yang mampu mengalahkan Kebo Marcuet yang berkepala kerbau.

Singkat cerita, Minakjinggo mampu menumpas pemberontakan itu. Namun dalam pertempuran hebat wajahnya rusak dan berubah menjadi anjing. “Karena diinjak-injak Kebo Marcuet,” kata Sindhunata berkisah.

Lantaran berupa menjadi si buruk rupa, puteri Kencanawungu enggan menikahinya. Penguasa Majapahit itu justru mengingkari janjinya.

Tapi, ada cerita lain yang mengisahkan Minakjinggo sebagai pemberontak Majapahit yang sekaligus berniat menikahi Puteri Kencanawungu. Sesuai wangsit yang diterimanya, hanya Damarwulan--anak desa yang bekerja di kandang kuda--yang mampu menumpas pemberontakan Minakjinggo.

Namun, menumpas Minakjinggo bukan perkara mudah. Dia memilik senjata ampuh, Gadha Wesi Kuning, yang sakti mandraguna. Berkat penghianatan dua selir Minakjinggo, Damarwulan akhirnya berhasil mencuri senjata itu. Dan, Minakjinggo pun tewas oleh senjatanya sendiri.

Cerita klasik rakyat itu, kata Sindhunata, dihadirkan kembali melalui pameran. Prabu Minakjinggo ditampilkan dalam konteks realitas sosial politik masa kini. “Tentang mereka yang terpinggirkan,” kata dia.

Minakjinggo yang berkepala anjing, misalnya, dihadirkan melalui lukisan Slamet Riadi berjudul “Endi Bektiku?”. Di atas kanvas berukuran 60 X 80 sentimeter, Slamet menampilkan sosok gagah berjas merah, berkemeja putih rapi lengkap dengan dasi yang berkepala anjing.

Di sini, kata Sindhunata, siapakah yang lebih layak disebut berwatak anjing: penguasa yang ingkar janji atau pemberontak yang teguh memegang prinsipnya? Berbicara tentang makna pemberontakan dan kesetian, Sindhunata mengajak melihat lukisan karya Irawan Banuaji berjudul “Pho Bias”.

Di lukisan berukuran 150 X 115 sentimeter itu, Irawan menggambar sosok lelaki bertopeng wayang sedang duduk di depan sebuah cermin rias. Dia berusaha menyelipkan sebilah keris di ikat pinggang. Yang unik adalah bukan topeng wayang yang terpantul pada cermin di depannya, melainkan wajah Mbah Marijan, juru kunci Merapi yang meninggal diterjang awan panas pada bencana erupsi lalu.

Mbah Marijan, menurut dia, adalah sosok yang diidentikkan dengan kesetiaan sekaligus ketidaksetiaan. Setia menjalankan misi menjaga Merapi sekaligus “pemberontak” pada kekuasaan keraton yang memberikan perintah. Secara prinsip, karakter mereka sama. “Tinggal dari bagian mana orang menilainya,” kata dia.

Cerita tentang Minakjinggo dengan kontroversi pemberontakannya, bagi Sindhu, masih cukup relevan diangkat. Ceritanya penuh sindiran, terlebih di tengah polemik keistimewaan Yogyakarta saat ini.

ANANG ZAKARIA

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

36 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

43 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya